“Tiada yang lebih berguna bagi hati
selain ‘uzlah. Dengan ‘uzlah hati memasuki lapangan tafakkur”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
‘Uzlah (menyendiri) merupakan cara
terbaik bagi seorang murid untuk
membersihkan hati dari segala kelalaian dan mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Tafakkur itu umpama sebuah lapangan.
Di sana, hati berputar-putar seperti seekor kuda yang berpacu di sebuah arena
pacuan.
Bila seorang murid terlalu banyak bergaul dengan manusia, pandangan dan hatinya
akan tertuju pada keduniaan sehingga yang kemudian tampak jelas dihadapannya
hanyalah hal-hal yang bersifat materi dan fana. Tidak demikian jika ia
ber-‘uzlah menjauhi pergaulan dengan manusia, hatinya akan disibukkan dengan
hal-hal gaib.
Dalam sebuah khabar disebutkan, “bertafakkur sesaat lebih baik dari pada ibadah
70 tahun”.
Ada seseorang yang bertanya kepada
Ummu ad-Darda, “Amalan apa yang paling diutamakan Abu Darda?”
Ummu ad-Darda menjawab, “tafakkur”.
Dengan bertafakkur, seseorang bisa mendalami hakikat, mengagungkan Allah, dan
mengutamakan segala hal yang diridhai-Nya. Dengan bertafakkur, ia bisa
menganggap hina semua hal yang dibenci Allah sehingga terdorong untuk
meninggalkannya. Dengan bertafakkur, seseorang bisa mengetahui
keburukan-keburukan jiwa yang terselubung, kejahatan musuh dan tipuan dunia. Ia
juga bisa mengenali segala muslihat sehingga ia bisa dengan mudah
menghindarinya dan selamat dari bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.
Dengan menyendiri dan merenung,
seseorang murid melatih diri untuk
berkhalwat, salah satu dari empat rukun tarekat (tiga rukun lainnya adalah
sikap diam, berlapar-lapar, dan bangun tengah malam). Ini, bagi murid yang menempuh jalan tarekat
sendirian.
Adapun bagi murid yang berada di bawah bimbingan guru, tentu ia harus banyak
bergaul dengan gurunya, juga dengan saudara-saudara yang turut membantunya
menempuh jalan tarekat. Jika ia telah menjadi arif, tak masalah baginya bergaul dengan manusia manapun karena
saat itu di matanya hanya Allah yang terlihat. Perlu dicamkan bahwa yang
menjadi tujuan utama adalah tafakkur, sedangkan ‘uzlah (menyendiri) hanya
sebagai media atau faktor pendukung.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar