Sabtu, 14 Februari 2015

Al-Hikam 12

“Tiada yang lebih berguna bagi hati selain ‘uzlah. Dengan ‘uzlah hati memasuki lapangan tafakkur”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

            ‘Uzlah (menyendiri) merupakan cara terbaik bagi seorang murid untuk membersihkan hati dari segala kelalaian dan mendekatkan diri kepada Tuhannya.
            Tafakkur itu umpama sebuah lapangan. Di sana, hati berputar-putar seperti seekor kuda yang berpacu di sebuah arena pacuan.
            Bila seorang murid terlalu banyak bergaul dengan manusia, pandangan dan hatinya akan tertuju pada keduniaan sehingga yang kemudian tampak jelas dihadapannya hanyalah hal-hal yang bersifat materi dan fana. Tidak demikian jika ia ber-‘uzlah menjauhi pergaulan dengan manusia, hatinya akan disibukkan dengan hal-hal gaib.
            Dalam sebuah khabar disebutkan, “bertafakkur sesaat lebih baik dari pada ibadah 70 tahun”.
            Ada seseorang yang bertanya kepada Ummu ad-Darda, “Amalan apa yang paling diutamakan Abu Darda?”
            Ummu ad-Darda menjawab, “tafakkur”. Dengan bertafakkur, seseorang bisa mendalami hakikat, mengagungkan Allah, dan mengutamakan segala hal yang diridhai-Nya. Dengan bertafakkur, ia bisa menganggap hina semua hal yang dibenci Allah sehingga terdorong untuk meninggalkannya. Dengan bertafakkur, seseorang bisa mengetahui keburukan-keburukan jiwa yang terselubung, kejahatan musuh dan tipuan dunia. Ia juga bisa mengenali segala muslihat sehingga ia bisa dengan mudah menghindarinya dan selamat dari bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.
            Dengan menyendiri dan merenung, seseorang murid melatih diri untuk berkhalwat, salah satu dari empat rukun tarekat (tiga rukun lainnya adalah sikap diam, berlapar-lapar, dan bangun tengah malam). Ini, bagi murid yang menempuh jalan tarekat sendirian.
            Adapun bagi murid yang berada di bawah bimbingan guru, tentu ia harus banyak bergaul dengan gurunya, juga dengan saudara-saudara yang turut membantunya menempuh jalan tarekat. Jika ia telah menjadi arif, tak masalah baginya bergaul dengan manusia manapun karena saat itu di matanya hanya Allah yang terlihat. Perlu dicamkan bahwa yang menjadi tujuan utama adalah tafakkur, sedangkan ‘uzlah (menyendiri) hanya sebagai media atau faktor pendukung.

(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar