Minggu, 22 Maret 2015

Al-Hikam 35

“Pangkal segala maksiat, kelalaian, dan syahwat adalah sikap puas terhadap keadaan diri sendiri. Pangkal segala ketaatan, kesadaran, dan kesucian adalah sikap tidak puas dengan keadaan diri sendiri”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

            Maksiat berarti menentang semua perintah dan larangan Allah. Kelalaian berarti hati tidak waspada dan tidak sadar tentang kehadiran Allah. Adapun syahwat berarti ketergantungan terhadap sesuatu yang menyibukkan diri dan membuat lupa dari Allah swt.
            Menurut orang-orang ‘arif, sebab dari segala maksiat adalah sikap puas terhadap keadaan diri sendiri. Sikap tersebut akan selalu mendorong seseorang berusaha menutupi aib dan kesalahannya sehingga yang buruk akan dijadikannya baik. Siapa yang puas dengan keadaan dirinya akan menganggap baik semua kondisi pribadinya dan merasa nyaman dengan semua kondisi itu. Siapa yang menganggap baik semua kondisi pribadinya akan lalai dari Allah. Sehingga, hatinya tidak lagi mampu mengawasi dan mengendalikan bisikan-bisikan syahwatnya. Akibatnya, ia dikuasai oleh syahwat. Siapa yang dikuasai oleh syahwat, tentu akan mudah terjerumus maksiat.
            Adapun ketaatan berarti melaksanakan segala perintah Allah. Kesadaran berarti perasaan tentang kehadiran Tuhan dan hal-hal yang diridai-Nya. Kesucian berarti ketinggian tekad dan kebersihan dari syahwat.
            Pangkal dari segala ketaatan dan kesadaran adalah sikap tidak puas dengan keadaan diri sendiri. Jika seseorang tidak puas dengan keadaan dirinya sendiri, ia tidak akan menganggap baik semua kondisinya dan tidak akan tenang dengan semua itu. Siapa yang bersifat seperti ini maka ia akan selalu sadar dan waspada terhadap segala hal yang datang dan menyerang.
            Dengan sikap waspada dan sadar diri ini, ia dapat menyelidiki dan mendeteksi secara dini bisikan-bisikan hatinya. Saat itu, api syahwatnya akan padam sehingga tidak bisa menguasai dirinya. Buahnya, ia akan menjadi suci. Dengan demikian, ia akan menjauhi semua larangan Allah dan menaati semua perintah-Nya. Itulah makna taat kepada Allah.
            Sikap puas terhadap keadaan diri sendiri adalalah sikap orang-orang yang mempelajari ilmu lahir yang tidak mau mengakui aib diri sendiri. Oleh karena itu, Ibnu Atha’illah melarang kita untuk berteman dengan orang-orang semacam itu.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar