“Betapa jauh bedanya antara orang
yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam dan orang yang
berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yang menyatakan
“adanya Allah menunjukkan adanya alam” adalah orang yang telah mengenal al-Haqq
(Allah) dengan kepatutan-Nya. Karena itulah, ia menetapkan keberadaan alam ini
dari keberadaan pangkal (Dzat) yang membuatnya ada. Sementara itu, yang
berdalil “adanya alam menunjukkan adanya Allah” adalah orang yang belum sampai
kepada-Nya. Sebab, sejak kapan Allah itu gaib sehingga Dia harus dibuktikan
dengan wujud alam dan kapan Allah itu jauh sehingga semesta ini harus menjadi
pengantar menuju-Nya? ”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Orang–orang yang dekat kepada Allah
ada dua golongan, yaitu murad (yang
dikehendaki Allah) atau majdzub (yang
ditarik Allah untuk didekatkan kepada-Nya) dan murid (yang menghendaki Allah) atau salik (yang meniti jalan menuju Allah). Para murad atau majdzub adalah
ahli syuhud.
Adapaun para murid atau salik,
perjalanan merekan menuju Tuhan masih terhalang akibat pandangan mereka
terhadap dunia dan alam semesta. Di mata mereka, semesta teramat lahir,
sedangkan Allah itu gaib. Mereka tidak melihat-Nya, karena itu mereka berdalil
bahwa wujud alam semesta ini membuktikan wujud Allah.
Sementara itu para murad atau majdzub, mereka langsung didekati Allah dengan Wajah-Nya Yang
Mulia. Allah akan mengenalkan Diri-Nya kepada mereka. Karena itu, merekapun
mengenali-Nya. Semua makhluk dan alam semesta akan hilang dari pandangan mereka
karena mereka berdalil bahwa wujud Allah adalah bukti wujud semesta. Mereka
itulah kaum ‘arif. Mereka termasuk
orang-orang yang didekatkan Allah kepada-Nya.
Namun, karena sikap istikamah mereka
terhadap kondisi mereka, tanda didekatkannya mereka kepada Allah (jadzab) tidak
tampak pada diri mereka. Oleh sebab itu, ada yang mengatakan, “akhir perjalanan
seorang salik adalah awal perjalanan
seorang majdzub.”
Manusia yang paling kuat jadzab-nya adalah para nabi dan rasul.
Inilah perbedaan antara dua kelompok tersebut.
Orang yang menggunakan Allah sebagai
dalil wujud alam akan mengenal Allah sebagai wujud yang wajib. Dengan kata
lain, wujud itu milik Allah semata. Adapun benda-benda yang hadits (baru), aslinya tidak berwujud.
Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa semua yang hadits berasal dari wujud asal, yaitu Allah swt. Mereka menganggap
bahwa wujud makhluk bersumber dari wujud Khalik yang tampak pada diri makhluk.
Jika tidak, makhluk itu tidak akan ada. Demikian menurut pandangan ahli syuhud.
Berbada dengan orang yang
menggunakan alam untuk membuktikan wujud Allah. Ia menggunakan sesuatu yang
tidak diketahui (majhul) sebagai
dalil untuk membuktikan perkara yang sudah diketahui (ma’lum), menggunakan ketiadaan (‘adam)
untuk membuktikan keberadaan (wujud),
atau menggunakan perkara yang tersembunyi (khafy)
untuk membuktikan hal yang lahir dan nyata. Hal itu dikarenakan adanya hijab
pada diri orang tersebut sehingga ia
lebih suka menelusuri sebab-sebab dari pada mencari Sang Pembuat Sebab.
Sejak kapan Allah gaib sehingga Dia
harus dibuktikan dengan sesuatu yang hadir? Sejak kapan Allah itu jauh sehingga
alam semesta inilah yang akan mendekatkan kita kepada-Nya, padahal alam semesta
ini tadinya tidak berwujud? Demikian pertanyaan yang diajukan para ahli syuhud.
Sementara itu, orang-orang mahjub (yang terhalang dari-Nya)
menjadikan alam semesta sebagai bukti wujud Allah. Mereka terbagi ke dalam dua
golongan, yaitu kaum awam dan para salik
yang belum mencapai maqam ahli syuhud.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar