Selasa, 17 Maret 2015

Al-Hikam 29

“Betapa jauh bedanya antara orang yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam dan orang yang berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yang menyatakan “adanya Allah menunjukkan adanya alam” adalah orang yang telah mengenal al-Haqq (Allah) dengan kepatutan-Nya. Karena itulah, ia menetapkan keberadaan alam ini dari keberadaan pangkal (Dzat) yang membuatnya ada. Sementara itu, yang berdalil “adanya alam menunjukkan adanya Allah” adalah orang yang belum sampai kepada-Nya. Sebab, sejak kapan Allah itu gaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan wujud alam dan kapan Allah itu jauh sehingga semesta ini harus menjadi pengantar menuju-Nya? ”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

            Orang–orang yang dekat kepada Allah ada dua golongan, yaitu murad (yang dikehendaki Allah) atau majdzub (yang ditarik Allah untuk didekatkan kepada-Nya) dan murid (yang menghendaki Allah) atau salik (yang meniti jalan menuju Allah). Para murad atau majdzub adalah ahli syuhud.
            Adapaun para murid atau salik, perjalanan merekan menuju Tuhan masih terhalang akibat pandangan mereka terhadap dunia dan alam semesta. Di mata mereka, semesta teramat lahir, sedangkan Allah itu gaib. Mereka tidak melihat-Nya, karena itu mereka berdalil bahwa wujud alam semesta ini membuktikan wujud Allah.
            Sementara itu para murad atau majdzub, mereka langsung didekati Allah dengan Wajah-Nya Yang Mulia. Allah akan mengenalkan Diri-Nya kepada mereka. Karena itu, merekapun mengenali-Nya. Semua makhluk dan alam semesta akan hilang dari pandangan mereka karena mereka berdalil bahwa wujud Allah adalah bukti wujud semesta. Mereka itulah kaum ‘arif. Mereka termasuk orang-orang yang didekatkan Allah kepada-Nya.
            Namun, karena sikap istikamah mereka terhadap kondisi mereka, tanda didekatkannya mereka kepada Allah (jadzab) tidak tampak pada diri mereka. Oleh sebab itu, ada yang mengatakan, “akhir perjalanan seorang salik adalah awal perjalanan seorang majdzub.
            Manusia yang paling kuat jadzab-nya adalah para nabi dan rasul. Inilah perbedaan antara dua kelompok tersebut.
            Orang yang menggunakan Allah sebagai dalil wujud alam akan mengenal Allah sebagai wujud yang wajib. Dengan kata lain, wujud itu milik Allah semata. Adapun benda-benda yang hadits (baru), aslinya tidak berwujud. Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa semua yang hadits berasal dari wujud asal, yaitu Allah swt. Mereka menganggap bahwa wujud makhluk bersumber dari wujud Khalik yang tampak pada diri makhluk. Jika tidak, makhluk itu tidak akan ada. Demikian menurut pandangan ahli syuhud.
            Berbada dengan orang yang menggunakan alam untuk membuktikan wujud Allah. Ia menggunakan sesuatu yang tidak diketahui (majhul) sebagai dalil untuk membuktikan perkara yang sudah diketahui (ma’lum), menggunakan ketiadaan (‘adam) untuk membuktikan keberadaan (wujud), atau menggunakan perkara yang tersembunyi (khafy) untuk membuktikan hal yang lahir dan nyata. Hal itu dikarenakan adanya hijab pada diri orang tersebut sehingga ia  lebih suka menelusuri sebab-sebab dari pada mencari Sang Pembuat Sebab.
            Sejak kapan Allah gaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan sesuatu yang hadir? Sejak kapan Allah itu jauh sehingga alam semesta inilah yang akan mendekatkan kita kepada-Nya, padahal alam semesta ini tadinya tidak berwujud? Demikian pertanyaan yang diajukan para ahli syuhud.
            Sementara itu, orang-orang mahjub (yang terhalang dari-Nya) menjadikan alam semesta sebagai bukti wujud Allah. Mereka terbagi ke dalam dua golongan, yaitu kaum awam dan para salik yang belum mencapai maqam ahli syuhud.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar