“Jangan meminta Allah untuk
mengeluarkanmu dari satu kondisi agar kau bisa dipekerjakan-Nya. Jika memang
Dia menghendaki, niscaya Dia akan mempekerjakanmu tanpa harus mengeluarkanmu
dari kondisi itu”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Jika kau mengira bahwa keberadaanmu
di suatu kondisi telah menghambatmu untuk mendekatkan diri kepada-Nya, jangan
meminta-Nya mengeluarkanmu dari kondisi itu karena jika Allah mencintaimu dank
au termasuk ahli iradah (yang
dikehendaki Allah), Allah akan mempekerjakanmu dengan penuh kasih sayang,
membimbingmu melakukan amal-amal shaleh, dan menyibukkan hatimu dengan-Nya,
tanpa harus mengeluarkanmu dari kondisi lamamu.
Jika seorang murid berada dalam satu kondisi yang tidak sesuai dengan tujuannya
(namun dari sudut pandang syariat, kondisi itu tidak terlarang), tak layak
baginya untuk menghendaki keluar dari kondisi itu dan menentang “hokum waktu”
sebagaimana dijelaskan pada hikmah sebelumnya. Ia juga tidak layak meminta
Tuhannya segera mengeluarkannya dari sana agar bisa dipekerjakan-Nya pada
kondisi lain karena kondisi itu adalah pilihan Allah dan ia tidak perlu bingung
dalam hal ini.
Yang patut dilakukannya adalah tetap
menjaga etika dan kesopanannya terhadap Tuhannya serta mendahulukan
kehendak-Nya atas pilihannya sendiri. Jika Tuhannya melihat sikap baiknya ini,
Dia akan mempekerjakannya tanpa perlu mengeluarkannya dari kondisi tersebut.
Dengan demikian, ia pun beramal sesuai kehendak Allah, bukan berdasarkan
kehendaknya sendiri. Tentu, itu lebih baik baginya daripada mengedepankan
pilihannya sendiri. Akan lebih baik lagi baginya bila ia juga meyakini bahwa ia
akan mencapai tujuannya tanpa harus keluar dari kondisi tersebut.
Lain lagi halnya jika ia berada
dalam kondisi yang tidak sesuai dengan syara’.
Dalam hal ini, ia harus segera keluar dari kondisi tersebut dan meminta
Tuhannya agar memindahkannya ke kondisi yang lebih diridhai-Nya.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar