“Dia memberimu kelapangan agar kau
tidak terus berada dalam kesempitan. Dia memberimu kesempitan agar kau tidak
terus berada dalam kelapangan. Dia mengeluarkanmu dari kelapangan dan
kesempitan agar kau tidak bergantung kepada selain-Nya.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Saat dalam kesempitan, kau merasa
tertekan dan sakit. Saat lapang, kau akan merasa beruntung dan senang. Allah
akan mengeluarkanmu dari kesempitan dan kelapangan dengan cara membuatmu merasa
fana dan kau memilih abadi dengan-Nya.
Oleh karena itu, jangan terus menerus berada dalam
sifat dan keadaanmu yang menyakitkan atau menyenangkan agar itu tidak menjadi
hijab antara dirimu dengan Tuhanmu dan agar kondisimu seimbang dan berada di
tengah; tidak sempit, tidak pula lapang.
Maknanya, warnailah keadaan batinmu agar kau bisa
menaklukkannya dan merasa fana darinya. Kesempitan diperuntukan bagi
orang-orang ‘arif pemula. Sekiranya
tanpa kesempitan, hakikat-hakikat mereka tidak akan terkumpul dan tidak terhenti
dari keinginan dan syahwat.
Adapun kelapangan diperuntukkan bagi orang-orang yang
mendapatkan cahaya awal kemenangan agar mereka mengerahkan segenap kekuatannya
dan merasa nyaman dengan embusan nafas Tuhan dan tanda-tanda penyaksian
terhadap keridhaan-nya.
Sementara
itu, keseimbangan diperuntukkan bagi ahli nihayah
(orang yang mendapat tujuan akhir perjalanannya) agar ahwal mereka lurus, amal mereka bersih, dan mereka selalu berada di
hadapan Tuhan tanpa cacat dan kekurangan.
Kesimpulannya, kesempitan dan kelapangan merupakan
kondisi yang masih kurang karena masih membutuhkan eksistensi dan keberadaan
seorang hamba di dunia. Namun, keduanya dapat membuat hamba itu menjadi tegar.
Itu merupakan salah satu tanda kelembutan Allah kepada
hamba-Nya. Allah mewarnai hamba-Nya dengan dua kondisi itu, lalu
mengeluarkannya dari sana dengan menjadikan hamba itu merasa fana dan berada
bersama-Nya. Kesempitan dan kelapangan adalah kondisi kaum ‘arif pemula. Pada masa-masa itu, mereka masih tercemari. Persis
seperti murid pemula yang keadaannya
diwarnai harap dan takut. Kendati demikian, keduanya tetap berbeda. Harap dan
takut yang dirasakan murid berkaitan
dengan perkara yang diperkirakan akan terjadi di masa mendatang, baik itu yang
ditakuti maupun yang dicintai.
Adapun kesempitan dan kelapangan yang menimpa kaum ‘arif berkaitan dengan perkara yang
tidak diperkirakan kedatangannya. Jika perkara yang tiba-tiba datang itu adalah
perkara yang ditakuti, itu adalah kesempitan. Jika perkara yang tiba-tiba
datang itu adalah perkara yang dicintai, itu adalah kelapangan.
Sebab adanya kesempitan dan kelapangan itu adalah
asupan-asupan yang masuk ke dalam batin seorang ‘arif. Jika yang masuk ke dalam hati adalah asupan keagungan Ilahi,
terjadilah kesempitan. Jika asupannya berupa keindahan Ilahi, terjadilah
kelapangan.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)