Jumat, 31 Juli 2015

Al-Hikam 82

“Dia memberimu kelapangan agar kau tidak terus berada dalam kesempitan. Dia memberimu kesempitan agar kau tidak terus berada dalam kelapangan. Dia mengeluarkanmu dari kelapangan dan kesempitan agar kau tidak bergantung kepada selain-Nya.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

            Saat dalam kesempitan, kau merasa tertekan dan sakit. Saat lapang, kau akan merasa beruntung dan senang. Allah akan mengeluarkanmu dari kesempitan dan kelapangan dengan cara membuatmu merasa fana dan kau memilih abadi dengan-Nya.
Oleh karena itu, jangan terus menerus berada dalam sifat dan keadaanmu yang menyakitkan atau menyenangkan agar itu tidak menjadi hijab antara dirimu dengan Tuhanmu dan agar kondisimu seimbang dan berada di tengah; tidak sempit, tidak pula lapang.
Maknanya, warnailah keadaan batinmu agar kau bisa menaklukkannya dan merasa fana darinya. Kesempitan diperuntukan bagi orang-orang ‘arif pemula. Sekiranya tanpa kesempitan, hakikat-hakikat mereka tidak akan terkumpul dan tidak terhenti dari keinginan dan syahwat.
Adapun kelapangan diperuntukkan bagi orang-orang yang mendapatkan cahaya awal kemenangan agar mereka mengerahkan segenap kekuatannya dan merasa nyaman dengan embusan nafas Tuhan dan tanda-tanda penyaksian terhadap keridhaan-nya.
            Sementara itu, keseimbangan diperuntukkan bagi ahli nihayah (orang yang mendapat tujuan akhir perjalanannya) agar ahwal mereka lurus, amal mereka bersih, dan mereka selalu berada di hadapan Tuhan tanpa cacat dan kekurangan.
Kesimpulannya, kesempitan dan kelapangan merupakan kondisi yang masih kurang karena masih membutuhkan eksistensi dan keberadaan seorang hamba di dunia. Namun, keduanya dapat membuat hamba itu menjadi tegar.
Itu merupakan salah satu tanda kelembutan Allah kepada hamba-Nya. Allah mewarnai hamba-Nya dengan dua kondisi itu, lalu mengeluarkannya dari sana dengan menjadikan hamba itu merasa fana dan berada bersama-Nya. Kesempitan dan kelapangan adalah kondisi kaum ‘arif pemula. Pada masa-masa itu, mereka masih tercemari. Persis seperti murid pemula yang keadaannya diwarnai harap dan takut. Kendati demikian, keduanya tetap berbeda. Harap dan takut yang dirasakan murid berkaitan dengan perkara yang diperkirakan akan terjadi di masa mendatang, baik itu yang ditakuti maupun yang dicintai.
Adapun kesempitan dan kelapangan yang menimpa kaum ‘arif berkaitan dengan perkara yang tidak diperkirakan kedatangannya. Jika perkara yang tiba-tiba datang itu adalah perkara yang ditakuti, itu adalah kesempitan. Jika perkara yang tiba-tiba datang itu adalah perkara yang dicintai, itu adalah kelapangan.
Sebab adanya kesempitan dan kelapangan itu adalah asupan-asupan yang masuk ke dalam batin seorang ‘arif. Jika yang masuk ke dalam hati adalah asupan keagungan Ilahi, terjadilah kesempitan. Jika asupannya berupa keindahan Ilahi, terjadilah kelapangan.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar