“Jika Tuhan membukakan untukmu pintu
makrifat, jangan kau pertanyakan amalmu yang sedikit. Karena Dia tidak akan
membukakan pintu makrifat, kecuali karena ingin memperkenalkan Diri-Nya
kepadamu. Tahukah kau bahwa makrifat merupakan anugerah-Nya untukmu, sedangkan
amalmu adalah persembahan untuk-Nya. Tentu, persembahanmu takkan sebanding
dengan anugerah-Nya”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Dalam perjalanan menuju
Tuhannya, seorang salik harus memperbanyak amal untuk menekan dorongan-dorongan nafsu
syahwat sehingga ia bisa sampai kepada Allah. Di sisi lain, seorang salik dituntut juga untuk ber-mujahadah dalam waktu lama. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan di sela-sela itu ia merasa malas melakukan
sebagian ibadah dan wirid yang diharuskan. Sehingga iapun diterpa kegalauan dan
frustasi, bahkan mungkin pula tergerak untuk meninggalkan semuanya. Padahal,
disaat yang sama ia telah sampai pada satu tahapan makrifatullah.
Oleh karena itu, Ibnu Atha’illah
menasihatinya bahwa jika Allah membukakan untuknya satu dari sekian pintu
makrifat, seperti merasakan kehadiran dan pengawasan Allah atau menyadari bahwa
pelaku ibadah sesungguhnya adalah Allah dan menyadari dirinya hanyalah objek
penampakan perbuatan-Nya, maka saat itu ia tidak perlu lagi merasa heran dan
bertanya-tanya mengapa itu bisa terjadi sementara amal yang dilakukannya baru
sedikit? Karena tujuan dari semua amal ibadah adalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Dibukakannya pintu makrifat adalah bukti bahwa Allah mengasihi
dan menyayanginya. Bisa jadi, seseorang sedikit melakukan amal karena memang ia
sedang sakit. Jika orang ini mendapatkan makrifat, misalnya dengan mengetahui
bahwa sakit baginya lebih baik ketimbang sehat dan bahwa Allah Maha melakukan
apa yang dikehendaki-Nya, saat itu ia tidak perlu lagi mempertanyakan sedikit
amalnya.
Allah membukakan untukmu pintu
makrifat karena Dia ingin memperkenalkan Diri-Nya kepadamu, memberimu
karunianya, mendekatimu, dan menampakkan sifat-sifat dan asma’-Nya untukmu.
Tentu saja makrifat adalah karunia yang lebih besar dan agung untukmu
dibandingkan amal lahirmu untuk-Nya.
Kesimpulannya, amal ibadah yang
sedikit namun diiringi makrifat lebih baik dari pada amal ibadah yang banyak
tanpa makrifat. Jika seorang salik
mendapat makrifat, ia harus segera menghadapkan hatinya kepada Tuhannya agar
karunia makrifat dari Tuhannya itu ditambah. Ia juga harus lebih memedulikan
makrifat tersebut ketimbang amal-amal lahir yang dilakukannya. Oleh sebab itu,
amalan lahir para ‘arif yang
dilakukan di akhir usia mereka cenderung menurun. Mereka selalu merindukan
masa-masa dahulu ketika mereka mendapat banyak cahaya karena banyaknya amal
yang mereka lakukan.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar