“Jangan kau pergi dari suatu alam ke
alam lain sehingga kau menjadi seperti keledai penggilingan yang
berputar-putar; tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak. Namun, pergilah
dari alam menuju pencipta alam. “Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala
tujuan.””
(QS.an-Najm[53]: 42)
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Maksudnya adalah beramal disertai
dengan sifat riya’ atau sifat-sifat
tercela lainnya dan tidak bernilai syar’i.
Jika seseorang murid ber-mujahadah, lalu berhasil menjauhi
sifat-sifat tercela, tetapi pada saat yang sama ia mengharapkan pahala dan
ketinggian derajat atau maqam, ia
masih dianggap tercela dimata para ‘arif.
Yang terpuji adalah yang meniatkan setiap amalnya hanya karena Allah semata.
Ibnu Atha’illah mengumpamakan
kepergian dari suatu alam ke alam lain dengan perjalanan keledai penggilingan
yang hanya berputar-putar di tempatnya. Demikian pula dengan amal yang tidak
ditujukan karena Allah. Orang yang beramal demi mengharap pahala, misalnya,
dianggap sebagai orang yang berpergian dari satu alam, yakni alam riya’ menuju alam lain, yakni alam
pahala. Semua alam adalah sama; sama-sama materi.
Yang benar adalah kau harus pergi
dari alam menuju Pencipta alam dengan cara mengikhlaskan amalmu hanya untuk-Nya
dan tidak berharap balasan, baik langsung maupun tak langsung. Siapa yang
beramal untuk mendapatkan kedudukan atau maqam
tertentu maka dia akan menjadi budak kedudukan itu. Siapa yang beramal karena
Allah semata maka dia akan menjadi hamba Allah. Ini sama dengan kepergiannya
dari alam meuju Pencipta alam.
“Sesungguhnya, Tuhanmu adalah puncak
segala tujuan.” Maksudnya, perjalananmu akan berakhir di hadirat-Nya sehingga
keinginanmu terwujud. Sebaliknya, orang yang pergi dari suatu alam ke alam lain,
perjalanannya tidak akan pernah berujung kepada Allah dan ia tidak pernah akan
sampai kepada-Nya.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar