Senin, 20 April 2015

Al-Hikam 43

“Jangan kau pergi dari suatu alam ke alam lain sehingga kau menjadi seperti keledai penggilingan yang berputar-putar; tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak. Namun, pergilah dari alam menuju pencipta alam. “Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala tujuan.””
(QS.an-Najm[53]: 42)
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

            Maksudnya adalah beramal disertai dengan sifat riya’ atau sifat-sifat tercela lainnya dan tidak bernilai syar’i. Jika seseorang murid ber-mujahadah, lalu berhasil menjauhi sifat-sifat tercela, tetapi pada saat yang sama ia mengharapkan pahala dan ketinggian derajat atau maqam, ia masih dianggap tercela dimata para ‘arif. Yang terpuji adalah yang meniatkan setiap amalnya hanya karena Allah semata.
            Ibnu Atha’illah mengumpamakan kepergian dari suatu alam ke alam lain dengan perjalanan keledai penggilingan yang hanya berputar-putar di tempatnya. Demikian pula dengan amal yang tidak ditujukan karena Allah. Orang yang beramal demi mengharap pahala, misalnya, dianggap sebagai orang yang berpergian dari satu alam, yakni alam riya’ menuju alam lain, yakni alam pahala. Semua alam adalah sama; sama-sama materi.
            Yang benar adalah kau harus pergi dari alam menuju Pencipta alam dengan cara mengikhlaskan amalmu hanya untuk-Nya dan tidak berharap balasan, baik langsung maupun tak langsung. Siapa yang beramal untuk mendapatkan kedudukan atau maqam tertentu maka dia akan menjadi budak kedudukan itu. Siapa yang beramal karena Allah semata maka dia akan menjadi hamba Allah. Ini sama dengan kepergiannya dari alam meuju Pencipta alam.
            “Sesungguhnya, Tuhanmu adalah puncak segala tujuan.” Maksudnya, perjalananmu akan berakhir di hadirat-Nya sehingga keinginanmu terwujud. Sebaliknya, orang yang pergi dari suatu alam ke alam lain, perjalanannya tidak akan pernah berujung kepada Allah dan ia tidak pernah akan sampai kepada-Nya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar