“Bisa jadi, perbuatan burukmu tampak
baik di matamu karena persahabatanmu dengan orang yang lebih buruk daripada
dirimu”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Artinya, berteman dengan orang yang
kualitas kebaikannya berada di bawahmu amat berbahaya karena bisa menyamarkan
aib dan kekuranganmu. Akibatnya, kau akan selalu berbaik sangka terhadap dirimu
sendiri. Kau bangga dengan amalmu dan merasa puas dengan kondisimu sehingga kau
rela hati dan selalu melihat kebaikan-kebaikanmu. Itu adalah pangkal segala keburukan.
Boleh saja kau berteman dengan orang
yang keadaannya tidak membuatmu bersemangat dan ucapannya tidak membimbingmu ke
jalan Allah asalkan orang itu sederajat denganmu agar pertemananmu dengannya
tidak membahayakanmu.
Di sini Ibnu Atha’illah ingin menjelaskan
bahwa pertemanan dengan orang-orang ‘arif
terbagi menjadi dua: pertemanan yang didasari keinginan dan pertemanan yang
mengharapkan berkah.
Pertemanan yang didasari keinginan
ialah pertemanan yang harus memenuhi syarat-syaratnya. Kesimpulannya,
keberadaan seorang murid dengan syekh
atau gurunya seperti seonggok mayat di tangan para pemandi mayat.
Adapun pertemanan untuk mengharap
berkah ialah pertemanan yang tujuannya masuk ke satu kaum dan berpakaian dengan
pakaian mereka, serta tunduk pada peraturan mereka. Di sini tidak perlu ada
syarat-syarat pertemanan. Yang paling penting adalah bagaimana ia berpegang
pada batasan-batasan syara’.
Diharapkan dari pertemanannya dengan kaum itu, ia akan mendapakan berkah mereka
dan bisa sampai ke maqam yang telah
mereka raih.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar