“Allah membuat orang-orang yang
tengah menuju kepada-Nya (sa’irun) dan orang-orang yang telah sampai kepada-Nya
(washilun) tidak mampu melihat amal dan keadaan (ahwal) mereka. Karena para
sa’irun belum benar-benar ikhlas dalam amal mereka dan karena para washilun
terlalu sibuk melihat Tuhan mereka”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Allah menghalangi pandangan para sa’irun dan washilun sehingga mereka tidak bisa melihat atau memerhatikan amal
lahir dan ahwal hati mereka.
Sekalipun sama-sama dihalangi, penyebabnya berbeda. Pandangan para sa’irun dihalangi lantaran Allah melihat
hati mereka kurang hadir di hadapan-Nya saat beramal. Sementara itu, pandangan
para washilun dihalangi lantaran
mereka sibuk melihat Allah sehingga mereka tidak mampu melihat selain dzat-Nya.
Allah telah memberikan karunia-Nya
kepada dua kelompok itu. Dia membebaskan keduanya dari ketergantungan terhadap
amal dan ahwal mereka. Akan tetapi,
Allah memberikan karunia-Nya kepada para salik
dengan terpaksa, sedangkan kepada para sa’irun
dengan sukarela. Tentu saja kedudukan yang kedua lebih tinggi daripada yang
pertama.
Oleh sebab itu, al-Washiti bertanya
kepada para sahabat Abu Utsman tentang apa gerangan yang diperintahkan oleh
syekh mereka. Mereka menjawab, “Ia
memerintahkan kami untuk senantiasa taat dan melihat atau memerhatikan
kekurangan di dalam ketaatan yang kami lakukan itu.”
Kemudian al-Washiti berkata, “Jika
demikian, berarti dia telah memerintahkan kalian untuk mengamalkan
ajaran-ajaran kaum Majusi. Maukah kalian kuperintahkan untuk mengabaikan hal
itu dan lebih melihat kepada sumber alirannya langsung?” Maksudnya adalah agar
mereka meninggikan tekad mereka menuju maqam
orang-orang ‘arif, bukan merendahkan
apa yang mereka alami karena hal itu juga termasuk kebaikan.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Bismillahirrohmaanirrohiim mohon share jzkk Moga diterima sebagai amal soleh In Syaa Allah Aamiin Allahumma Aamiin
BalasHapus