Jumat, 16 Oktober 2015

Alhikam 11 (Buku Kedua)

“Jangan sampai permintaanmu kau jadikan sebagai sebab pemberian sehingga kau kurang memahami-Nya. Namun, jadikanlah permintaanmu sebagai sarana untuk memperlihatkan ‘ubudiyah dan untuk melaksanakan hak-hak rububiyah.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Jangan kau tujukan permintaan dan amal salehmu kepada-Nya untuk mendapatkan karunia-Nya. Jangan pula kau yakini bahwa semua permintaan dan amal salehmu itu adalah sebab datangnya karunia, sehingga pemahamanmu tentang Allah dan hikmah-Nya dalam memerintahkan hamba-Nya untuk berdo’a menjadi berkurang.
Akan tetapi, jadikanlah permintaanmu sebagai bentuk penghambaanmu kepada-Nya atau untuk menampakkan status kehambaanmu yang hina, lemah, dan amat membutuhkan pertolongan Tuhan. Permintaan juga bisa merupakan pelaksanaan hak-hak rububiyah-Nya karena rububiyah menuntut kerendahan diri dan ketundukan orang yang menyembah-Nya.
Maksudnya, Allah swt. tidak memerintahkan hamba-Nya meminta dan berdo’a, kecuali untuk menampakkan rasa butuh mereka kepada-Nya dan menyatakan kehinaan dan kelemahan mereka di hadapan-Nya, bukan untuk menjadikan do’a itu sebagai sebab mendapatkan permintaan dan keinginan mereka. Inilah pemahaman para ‘arifin tentang Allah.
Siapa yang keadaannya seperti itu, permintaannya tak akan pernah terputus dan keinginannya tak akan pernah terhenti walaupun Allah selalu mewujudkan semua permintaannya dan mengaruniakan semua keinginannya. Orang seperti ini tidak pernah membeda-bedakan antara ketika Allah memberi dan ketika Allah menahan pemberian-Nya. Dengan begitu, dalam semua keadaan tersebut, ia tetap menjadi hamba Allah dan Allah pun tetap sebagai Tuhannya. Amat buruk jika seorang hamba memalingkan wajahnya dari pintu Tuhannya setelah Dia memenuhi segala keinginannya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar