“Kadang kala penyakit riya’ masuk ke
dalam dirimu dari tempat yang tak terlihat oleh makhluk. ”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Kadang, sifat riya’
menelisik ke dalam dirimu dari arah yang tak terlihat oleh makhluk lain atau
saat kau di tempat yang tak dilihat oleh manusia. Biasanya, riya’ dapat masuk ke dalam amal jika
pelakunya melakukan amal itu di hadapan manusia. Riya’ ini disebut dengan riya’ lahir.
Namun, riya’
juga bisa masuk ke dalam amal saat pelakunya melakukan amal sendirian dan tak
dilihat orang, yaitu ketika seseorang melakukan amal dengan tujuan agar manusia
menghormati dan mengagungkannya atau agar orang lain segera menunaikan hak untuknya
dan memenuhi kebutuhannya. Jika hak dan kebutuhan si pelaku amal ini tidak
dipenuhi secara maksimal oleh orang lain, ia akan menjauhinya atau mengancamnya
dengan hukuman Allah atasnya.
Jika seorang hamba menemukan tanda-tanda ini pada
dirinya, sadarilah bahwa sebenarnya ia telah bersikap riya’ dengan amalnya. Jika ia tutupi amalnya dari manusia, sifat riya’ itu disebut riya’ batin (tersamar). Tak seorang pun yang selamat dari riya’ lahir dan riya’ batin, kecuali orang-orang ‘arif yang mengesakan Allah. Allah swt. membersihkan mereka dari
segala macam kemusyrikan dan menjauhkan mereka dari keinginan agar cahaya
keyakinan dan makrifatannya dilihat makhluk.
Orang-orang ‘arif
tidak akan berharap manfaat dan takut mudarat apapun dari makhluk. Amal mereka
murni dan tulus karena Allah walaupun mereka melakukannya di hadapan manusia.
Barang siapa yang tidak memiliki sifat ini atau lebih suka memandang makhluk,
mengharap manfaat dan takut mudaratnya, berarti ia telah bersifat riya’ dengan amalnya walaupun ia
beribadah kepada Allah di atas gunung yang tak bisa dilihat dan didengar oleh
seorang pun.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar