Jumat, 16 Oktober 2015

Alhikam 5 (Buku Kedua)

“Kadang kala penyakit riya’ masuk ke dalam dirimu dari tempat yang tak terlihat oleh makhluk. ”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Kadang, sifat riya’ menelisik ke dalam dirimu dari arah yang tak terlihat oleh makhluk lain atau saat kau di tempat yang tak dilihat oleh manusia. Biasanya, riya’ dapat masuk ke dalam amal jika pelakunya melakukan amal itu di hadapan manusia. Riya’ ini disebut dengan riya’ lahir.
Namun, riya’ juga bisa masuk ke dalam amal saat pelakunya melakukan amal sendirian dan tak dilihat orang, yaitu ketika seseorang melakukan amal dengan tujuan agar manusia menghormati dan mengagungkannya atau agar orang lain segera menunaikan hak untuknya dan memenuhi kebutuhannya. Jika hak dan kebutuhan si pelaku amal ini tidak dipenuhi secara maksimal oleh orang lain, ia akan menjauhinya atau mengancamnya dengan hukuman Allah atasnya.
Jika seorang hamba menemukan tanda-tanda ini pada dirinya, sadarilah bahwa sebenarnya ia telah bersikap riya’ dengan amalnya. Jika ia tutupi amalnya dari manusia, sifat riya’ itu disebut riya’ batin (tersamar). Tak seorang pun yang selamat dari riya’ lahir dan riya’ batin, kecuali orang-orang ‘arif yang mengesakan Allah. Allah swt. membersihkan mereka dari segala macam kemusyrikan dan menjauhkan mereka dari keinginan agar cahaya keyakinan dan makrifatannya dilihat makhluk.
Orang-orang ‘arif tidak akan berharap manfaat dan takut mudarat apapun dari makhluk. Amal mereka murni dan tulus karena Allah walaupun mereka melakukannya di hadapan manusia. Barang siapa yang tidak memiliki sifat ini atau lebih suka memandang makhluk, mengharap manfaat dan takut mudaratnya, berarti ia telah bersifat riya’ dengan amalnya walaupun ia beribadah kepada Allah di atas gunung yang tak bisa dilihat dan didengar oleh seorang pun.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar