Jumat, 16 Oktober 2015

Alhikam 4 (Buku Kedua)

“Andil nafsu dalam maksiat tampak jelas, sedangkan andilnya dalam perbuatan taat samar tersembunyi. Mengobati yang tersembunyi itu amatlah sulit.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Andil nafsu dalam maksiat, seperti zina, amat jelas, yaitu bagaimana ia menikmati kemaksiatan tersebut. Nafsu tidak pernah memintamu untuk melakukan maksiat, kecuali untuk menikmatinya sehingga kau akan mengalami bencana dan hukuman. Sementara itu, andilnya dalam ketaatan itu samar dan tersembunyi, tak bisa dilihat kecuali oleh para pemilik mata batin. Hal ini dikarenakan, ketaatan merupakan perkara yang amat berat bagi nafsu.
Jika nafsu menyuruhmu melakukan ketaatan, kau tidak akan pernah mengetahui perannya di dalamnya, kecuali setelah diteliti dan diamati. Secara kasat mata, nafsu seakan-akan terlihat berperan menggiringmu untuk dekat dengan Allah. Namun di balik itu, sebenarnya nafsu ingin membuatmu berharap pada penghargaan manusia dan membanggakan kesalehanmu di hadapan orang banyak.
Maka dari itu, barang siapa yang menilai diri sendiri, mengevaluasi, dan memerhatikan suara hatinya, akan tampak baginya kebenaran tentang hal ini.
Mengobati sesuatu yang tersembunyi atau menghilangkan peran-perannya yang tersembunyi amatlah susah karena membutuhkan ketelitian, pemahaman, dan pengetahuan.
Para pemilik mata batin mencela diri mereka sendiri jika cenderung kepada salah satu ibadah. Kemudian, mereka meneliti sebab mengapa mereka cenderung kepada ibadah itu. Jika itu dikarenakan peran nafsunya, mereka akan meninggalkan atau mengobati nafsu mereka saat melakukannya agar benar-benar tulus dan ikhlas karena Allah.
Ini terjadi pada seseorang yang nafsunya ingin pergi berperang di jalan Allah. Namun kemudian, setelah ditelitinya, ternyata nafsu itu berperang untuk tujuan mendapat istirahat dari letihnya perjuangan. Setiap hari, orang itu berkali-kali membunuh nafsunya dengan cara menahan hasratnya. Hingga akhirnya, nafsu menginginkan tuannya itu mati langsung. Dengan demikian, ia akan beristirahat selamanya. Kemungkinan lain setelah diteliti, ternyata nafsu itu berperang hanya agar didengar orang-orang bahwa ia mati syahid sehingga menjadi mulia di mata mereka. Ia juga ingin disebut-sebut sebagai orang yang rela mati. Oleh karena itu, ia memilih meninggalkan perang demi mendapatkan keinginannya itu.
Terkadang seseorang memiliki semangat dan merasa nikmat pada satu macam ibadah yang tidak didapatkannya pada jenis ibadah lain. Hal itu tak lain karena keuntungan nafsu di dalam ibadah itu lebih besar daripada dalam ibadah lainnya. Jika orang itu termasuk pemilik mata batin, ia akan beralih dari kecenderungan nafsunya kepada hal lain. Jika nafsu mengalahkannya, dalam kesibukannya beribadah itu, nafsu tidak memiliki andil apa-apa, kecuali untuk keuntungannya sendiri.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar