“Terkadang, adab membuat orang-orang
‘arif tidak meminta karena mereka telah bersandar kepada pembagian-Nya dan
sibuk mengingat-Nya sehingga lupa meminta kepada-Nya.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Maksudnya, orang ‘arif
terkadang diliputi sikap pasrah dan tawakkal sehingga tidak mau meminta kepada
Allah karena merasa cukup dengan pembagian dan ketetapan azali. Di antara orang yang kita lihat benar-benar meraih maqam ini adalah Syekh Musthafa Afandi
at-Turki al-Qasthimuni al-Jarkasi.
Orang-orang berbeda pendapat, manakah yang lebih
utama: berdo’a kepada Allah ataukah hanya diam dan rela dengan pembagian-Nya?
Di antara mereka ada yang berkata, “Do’a lebih utama karena di dalam do’a
terkandung ibadah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. “Do’a adalah inti ibadah” melaksanakan
sesuatu yang mengandung unsur ibadah lebih utama daripada meninggalkannya.”
Adapula yang berpendapat bahwa diam dan pasrah
terhadap hukum dan ketetapan Allah lebih utama dan lebih sempurna karena hal
yang sudah dipilihkan Allah untukmu lebih baik daripada pilihanmu sendiri.
Dalam hadis qudsi disebutkan, “Siapa yang
zikirnya kepada-Ku membuatnya sibuk sehingga tidak meminta kepada-Ku, maka Aku
akan memberinya yang lebih baik daripada yang Kuberikan kepada orang yang
meminta.”
Sebagian orang berkata, “Waktu itu bermacam-macam.
Jika seseorang merasakan dorongan untuk berdo’a di hatinya, seperti kelapangan
dan kekhusyukan, do’a baginya lebih utama. Namun, jika ia merasakan di hatinya
dorongan untuk diam, seperti tidak khusyuk atau gelisah, diam baginya lebih
baik. Apabila ia tidak mendapati dorongan apa pun di hatinya, berdo’a ataupun
tidak berdo’a sama saja baginya. Namun, jika yang mendominasi kala itu adalah
makrifat, diam lebih baik.”
Ibnu Atha’illah menegaskan ucapannya tentang adab di
atas dengan menyatakan bahwa terkadang adab itu terpelihara pada saat seseorang
tidak meminta.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar