Rabu, 21 Oktober 2015

Alhikam 17 (Buku Kedua)

“Terkadang, adab membuat orang-orang ‘arif tidak meminta karena mereka telah bersandar kepada pembagian-Nya dan sibuk mengingat-Nya sehingga lupa meminta kepada-Nya.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Maksudnya, orang ‘arif terkadang diliputi sikap pasrah dan tawakkal sehingga tidak mau meminta kepada Allah karena merasa cukup dengan pembagian dan ketetapan azali. Di antara orang yang kita lihat benar-benar meraih maqam ini adalah Syekh Musthafa Afandi at-Turki al-Qasthimuni al-Jarkasi.
Orang-orang berbeda pendapat, manakah yang lebih utama: berdo’a kepada Allah ataukah hanya diam dan rela dengan pembagian-Nya? Di antara mereka ada yang berkata, “Do’a lebih utama karena di dalam do’a terkandung ibadah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. “Do’a adalah inti ibadah” melaksanakan sesuatu yang mengandung unsur ibadah lebih utama daripada meninggalkannya.”
Adapula yang berpendapat bahwa diam dan pasrah terhadap hukum dan ketetapan Allah lebih utama dan lebih sempurna karena hal yang sudah dipilihkan Allah untukmu lebih baik daripada pilihanmu sendiri. Dalam hadis qudsi disebutkan, “Siapa yang zikirnya kepada-Ku membuatnya sibuk sehingga tidak meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya yang lebih baik daripada yang Kuberikan kepada orang yang meminta.”
Sebagian orang berkata, “Waktu itu bermacam-macam. Jika seseorang merasakan dorongan untuk berdo’a di hatinya, seperti kelapangan dan kekhusyukan, do’a baginya lebih utama. Namun, jika ia merasakan di hatinya dorongan untuk diam, seperti tidak khusyuk atau gelisah, diam baginya lebih baik. Apabila ia tidak mendapati dorongan apa pun di hatinya, berdo’a ataupun tidak berdo’a sama saja baginya. Namun, jika yang mendominasi kala itu adalah makrifat, diam lebih baik.”
Ibnu Atha’illah menegaskan ucapannya tentang adab di atas dengan menyatakan bahwa terkadang adab itu terpelihara pada saat seseorang tidak meminta.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar