“Kepada kehendak-Nya segala sesuatu
bergantung, sementara kehendak-Nya tidak bergantung pada sesuatu.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Setiap yang memiliki wujud bersandar kepada kehendak
Allah karena kehendak Allah sudah ditetapkan sejak azali. Sementara itu, kehendak Allah tidak bergantung pada sesuatu
yang memiliki wujud.
“Kehendak Allah” bermakna sesuatu yang diputuskan
sejak azali dan padanya bergantung
keinginan hamba yang sudah diketahui Allah, karena permintaan hamba dengan do’a
dan amal saleh tidak menjadi sebab yang memengaruhi kehendak Allah itu.
Ungkapan Ibnu Atha’illah di atas adalah ungkapan yang
amat tepat. Di dalamnya terkandung isyarat adanya ketergantungan segala sesuatu
pada putusan-putusan azali dan
dikesampingkannya sebab-sebab. Oleh karena itu, seorang hamba harus senantiasa
melakukan ‘ubudiyah, merasa butuh
kepada-Nya, dan mengabaikan pengaturan dan pilihan dirinya.
Abu bakar al-Wasithi berkata, “Sesungguhnya Allah
tidak mendekati seorang fakir karena kefakirannya dan tidak menjauhi seorang
kayak arena kekayaannya. Allah tidak peduli dengan berbagai keadaan hamba untuk
memberi atau menahan karunia-Nya. Sekiranya dunia dan akhirat dikerahkan untuk bisa sampai kepada-Nya, niscaya tidak
akan membuatmu sampai kepada-Nya. Jika kausingkirkan keduanya pun, niscaya
tidak akan memutus jalanmu kepada-Nya, tidak memutus jalan orang-orang yang
mendekati-Nya tanpa sebab, dan tidak menjauhkan orang yang menjauhi-Nya tanpa
sebab. Allah swt. berfirman, ‘Barang
siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai
cahaya sedikit pun.’” (QS. an-Nur [24]: 40)
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar