“Siapa yang mengetahui rahasia para
hamba, namun tidak meniru sifat kasih sayang Tuhan, maka pengetahuannya menjadi
ujian baginya dan sebab datangnya bencana.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Siapa yang mengetahui rahasia para hamba, tetapi tidak
meniru sifat rahmat (kasih sayang) Tuhan, seperti menutupi aib orang-orang yang
berdosa, bersabar atas orang-orang yang zalim, memaafkan orang-orang yang
bodoh, berbuat baik kepada orang yang berlaku buruk, dan menyayangi para hamba
Allah maka pengetahuannya tentang rahasia hamba itu akan menjadi fitnah atau
ujian baginya. Hal itu dapat mendorongnya melihat dirinya sendiri dan
mengagungkan keduanya, sombong dengan amalnya, dan congkak di hadapan orang
lain. Inilah ujian yang paling besar baginya. Bahkan, dapat menjadi sebab
datangnya bencana kepadanya karena ia telah mengaku-ngaku memiliki sifat Tuhan
dan menandingi-Nya dalam hal kesombongan dan keagungan. Inilah bencana paling
besar, kehinaan, dan peringatan yang paling keras.
Diriwayatkan bahwa ketika Allah memperlihatkan
kerajaan langit dan bumi kepada Ibrahim as, ia mendatangi seorang laki-laki
yang sedang melakukan maksiat terhadap Allah. Ibrahim pun mendo’akan celaka
orang itu hingga ia pun binasa. Ibrahim lalu mendo’akan orang lain yang berbuat
sama dengannya maka semuanya pun binasa.
Allah swt. lalu berfirman kepada Ibrahim, “Wahai
Ibrahim, kau adalah orang yang do’anya selau dikabulkan. Jangan kau do’akan
celaka hamba-hamba-Ku karena dari-Ku, mereka akan terbagi ke dalam tiga
keadaan: seorang hamba dari mereka bertobat kepada-Ku dan Aku pun menerima
tobatnya; Kukeluarkan darinya nyawa yang bertasbih kepada-Ku; atau Kubangkitkan
ia dan Kuhadapkan kepada-Ku. Jika Aku mau, Aku akan memberinya maaf. Jika Aku
berkehendak, Aku akan menghukumnya.”
Ada yang mengatakan, inilah sebab kenapa Allah
memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya, yaitu karena Allah begitu
menyayangi hamba-hamba-Nya, seperti Ibrahim menyayangi anaknya. Kesimpulannya, mukasyafah adalah nikmat Allah swt. atas
seorang murid. Cara mensyukurinya
adalah dengan menutupi aib hamba atau memaafkannya.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar