“Andil nafsu dalam maksiat tampak
jelas, sedangkan andilnya dalam perbuatan taat samar tersembunyi. Mengobati
yang tersembunyi itu amatlah sulit.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Andil nafsu dalam maksiat, seperti zina, amat jelas,
yaitu bagaimana ia menikmati kemaksiatan tersebut. Nafsu tidak pernah memintamu
untuk melakukan maksiat, kecuali untuk menikmatinya sehingga kau akan mengalami
bencana dan hukuman. Sementara itu, andilnya dalam ketaatan itu samar dan
tersembunyi, tak bisa dilihat kecuali oleh para pemilik mata batin. Hal ini
dikarenakan, ketaatan merupakan perkara yang amat berat bagi nafsu.
Jika nafsu menyuruhmu melakukan ketaatan, kau tidak
akan pernah mengetahui perannya di dalamnya, kecuali setelah diteliti dan
diamati. Secara kasat mata, nafsu seakan-akan terlihat berperan menggiringmu
untuk dekat dengan Allah. Namun di balik itu, sebenarnya nafsu ingin membuatmu
berharap pada penghargaan manusia dan membanggakan kesalehanmu di hadapan orang
banyak.
Maka dari itu, barang siapa yang menilai diri sendiri,
mengevaluasi, dan memerhatikan suara hatinya, akan tampak baginya kebenaran
tentang hal ini.
Mengobati sesuatu yang tersembunyi atau menghilangkan
peran-perannya yang tersembunyi amatlah susah karena membutuhkan ketelitian,
pemahaman, dan pengetahuan.
Para pemilik mata batin mencela diri mereka sendiri
jika cenderung kepada salah satu ibadah. Kemudian, mereka meneliti sebab
mengapa mereka cenderung kepada ibadah itu. Jika itu dikarenakan peran
nafsunya, mereka akan meninggalkan atau mengobati nafsu mereka saat
melakukannya agar benar-benar tulus dan ikhlas karena Allah.
Ini terjadi pada seseorang yang nafsunya ingin pergi
berperang di jalan Allah. Namun kemudian, setelah ditelitinya, ternyata nafsu
itu berperang untuk tujuan mendapat istirahat dari letihnya perjuangan. Setiap
hari, orang itu berkali-kali membunuh nafsunya dengan cara menahan hasratnya.
Hingga akhirnya, nafsu menginginkan tuannya itu mati langsung. Dengan demikian,
ia akan beristirahat selamanya. Kemungkinan lain setelah diteliti, ternyata
nafsu itu berperang hanya agar didengar orang-orang bahwa ia mati syahid
sehingga menjadi mulia di mata mereka. Ia juga ingin disebut-sebut sebagai
orang yang rela mati. Oleh karena itu, ia memilih meninggalkan perang demi
mendapatkan keinginannya itu.
Terkadang seseorang memiliki semangat dan merasa
nikmat pada satu macam ibadah yang tidak didapatkannya pada jenis ibadah lain.
Hal itu tak lain karena keuntungan nafsu di dalam ibadah itu lebih besar
daripada dalam ibadah lainnya. Jika orang itu termasuk pemilik mata batin, ia
akan beralih dari kecenderungan nafsunya kepada hal lain. Jika nafsu
mengalahkannya, dalam kesibukannya beribadah itu, nafsu tidak memiliki andil
apa-apa, kecuali untuk keuntungannya sendiri.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)