Selasa, 03 November 2015

Alhikam 33 (Buku Kedua)

“Bisa jadi, yang menjelasakan perihal maqam adalah orang yang belum sampai ke sana. Bisa jadi pula, yang menjelaskannya adalah orang yang telah sampai ke sana. Semuanya samar, kecuali bagi orang yang memiliki mata hati.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Bisa jadi, orang yang menjelaskan perihal maqam, seperti maqam zuhud, maqam wara’, dan maqam tawakkal adalah orang yang belum sampai ke maqam tersebut, bisa jadi pula orang yang memang sudah sampai. Kedua kondisi itu amat sulit dibedakan, kecuali oleh orang yang memiliki mata hati karena ia mampu melihat gambaran batin seseorang.
Orang yang belum mencapai maqam biasanya senang membicarakan maqam. Ia menganggapnya sebagai sesuatu yang luar biasa. Ia juga merasa dirinya hebat karena sebentar lagi akan sampai ke sana. Lain halnya dengan orang yang sudah mencapai maqam. Ia membicarakan maqam-nya dengan biasa-biasa saja, seperti berbicara tentang hal lain.
Mungkin juga, orang yang menjelaskan perihal maqam ini adalah orang yang menukilnya dari sebuah kitab sembari menjaga ahwal-nya dari kebiasaan bicara orang-orang sehingga tak heran jika akhirnya ia dianggap sebagai orang yang sudah mendapatkan maqam itu. Untuk mengenali orang seperti ini, kita harus menerapakan kaidah-kaidah ilmu. Jika ia selalu banyak menjawab, cenderung fanatik dan egois, berarti  ia hanya seorang pendusta yang mengaku-ngaku telah mendapatkan sebuah maqam.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar