“Jangan kau mengulurkan tangan untuk
menerima sesuatu dari makhluk, kecuali kau melihat bahwa yang memberi adalah
Allah. Jika demikian, ambillah apa yang sesuai dengan pengetahuanmu.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Wahai murid yang ingin menyucikan diri, jangan kau
ulurkan tanganmu untuk mengambil sesuatu dari makhluk, berupa rezeki yang
didasari belas kasihan, kecuali dengan dua syarat berikut.
Pertama, jika kau lihat bahwa yang memberinya adalah Tuhanmu
melalui mereka. Artinya, mereka hanyalah perantara, sedangkan yang memberi
sesungguhnya adalah Allah. Pandangan semacam itu tidak sekedar menjadi ilmu dan
keimanan, melainkan harus menjadi ahwal
dan dzauq (perasaan). Sikap itulah
yang layak dilakukan oleh seorang murid
yang ingin menyucikan diri.
Kedua, jika kau telah menyadari bahwa yang memberi
sebenarnya adalah Tuhanmu, ambillah apa yang sesuai dengan pengetahuanmu.
Maksudnya, jangan kau ambil kecuali yang sesuai dengan ilmu untuk mengambilnya.
Ilmu untuk mengambil ini ada dua macam: ilmu lahir dan ilmu batin. Contoh ilmu
lahir, kau tidak boleh mengambil kecuali dari tangan seorang mukallaf yang matang dan bersih. Contoh
ilmu batinnya, kau tidak mengambil kecuali yang diberi atas dasar bantuan
semata atau jangan kau ambil kecuali yang kau butuhkan saja untuk kau gunakan
dalam kebutuhanmu, tanpa berlebihan dan kekurangan. Sikap itulah yang dilakukan
Rasulullah saw. dalam menerima pemberian yang berupa sandang, pangan, dan
papan.
Jangan kau ambil apapun yang datang kepadamu sebelum
waktunya dan yang melebihi kebutuhanmu. Jangan pula mengambil apapun yang
diberikan kepadamu untuk mengujimu, misalnya jika kau diberi sesuatu yang
sebenarnya ingin kau tinggalkan karena Allah. Hal itu dapat menghalangimu untuk
menunaikan hak-hak Tuhanmu. Jangan pula mengambil dari orang yang suka memberi
namun dengan rasa bangga, yang ingin menampakkan kedermawanannya, atau dari
orang yang terasa berat bagi hatimu untuk menerima pemberiannya. Jangan pula
kau makan, kecuali dari orang yang melihat pada dirimu ada keutamaan dalam
memakannya.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar