Sabtu, 21 November 2015

Alhikam 79 (Buku Kedua)

“Ketika kau sedih lantaran tidak disambut oleh manusia atau dicela mereka, kembalilah pada pengetahuan Allah tentang dirimu. Jika pengetahuan-Nya tidak juga membuatmu puas, deritamu lantaran tidak puas dengan pengetahuan-Nya jauh lebih menyakitkan daripada derita kerena disakiti manusia.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Ketika manusia menyakitimu dengan tidak menyambutmu dan malah mencelamu, kembalilah kepada ilmu Allah tentang dirimu. Cukup Allah saja yang mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya. Jangan pedulikan yang orang-orang ketahui tentang dirimu. Jika kau telah melakukan semua amalmu dengan tulus di hadapan Allah dan bahkan semua amalmu itu telah diterima-Nya, mengapa harus tertekan dengan celaan manusia yang tidak mengetahui apa-apa tentang siapa dirimu sebenarnya? Jika kau dihina dan dibenci Allah karena kau beramal tidak ikhlas, apa untungnya sambutan, keridaan, dan pujian manusia untukmu?
Jika pengetahuan Allah tentang siapa dirimu yang sebenarnya tidak juga membuatmu puas, misalnya kau ingin juga manusia mengetahui siapa sebenarnya dirimu, bagaimana amalmu, dan seberapa hebat keikhlasanmu agar manusia menyambut dan mengagungkanmu, kau akan menderita. Kenapa? Karena kau tidak pernah puas dengan pengetahuan-Nya tentangmu. Bahkan, derita itu jauh lebih berat daripada deritamu ketika disakiti manusia. Celaan dan penolakan manusia memang merupakan sesuatu yang menyakitkan, namun di sisi lain, hal itu terkadang justru bisa membuatmu kembali kepada Allah swt.
Secara lahir, celaan mereka terhadapmu adalah musibah bagimu, namun secara batin, itu adalah nikmat. Oleh karena itu, tak patut bagi seorang murid untuk memedulikan selain Allah swt. Janganlah kau merasa berbahagia bila kau tidak merasakan kedekatan-Nya denganmu dan kau tidak boleh merasakan kesedihan, kecuali kesedihan karena jauhnya Dia darimu. Kau tidak boleh mencari perhatian makhluk. Kau tidak layak memedulikan penyambutan, pengabaian, celaan, atau pujian mereka karena mereka tidak pernah bisa mencukupi kebutuhanmu sedikitpun.
Siapa yang merasa tertekan dengan penolakan atau celaan manusia, hendaknya ia kembali kepada Tuhannya. Cukup baginya apa yang Allah ketahui tentang dirinya. Ia tidak boleh menyertakan pengetahuan Allah tentang dirinya itu dengan pengetahuan manusia dengan tujuan agar mereka memuji dan mengagungkannya.
Ibrahim at-Taimi berkata kepada salah seorang temannya, “Apa yang dikatan orang-orang tentangku?” Temannya menjawab, “Kata mereka, kau riya’ dalam amalmu.” Ibrahim berkata, “Sekarang amalku semakin baik.” Temannya menjawab, “Bagus, cukup Allah saja yang mengetahui siapa dirimu sebenarnya.” Setelah itu, Ibrahim pun hanya mencukupkan diri dan puas dengan apa yang Allak ketahui tentang dirinya. Ia tidak pernah memedulikan apa yang diketahui dan dikatakan manusia tentang dirinya.
Basyar al-Hafi berkata, “Menerima pujian dari manusia lebih berat rasanya bagi hati daripada melakukan maksiat.”


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar