“Orang mukmin disibukkan dengan
memuji Allah sehingga lupa menyanjung diri sendiri. Ia juga disibukkan dengan
menunaikan kewajiban kepada Allah sehingga tidak ingat kepada kepentingan
dirinya.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Mukmin yang sempurna adalah mukmin yang selalu
disibukkan oleh puji-pujian terhadap sifat-sifat Allah sehingga ia tidak bangga
dengan sifat-sifat baik dirinya. Jika dia berkata, “Saya sudah shalat atau
puasa,” lalu menisbatkan semua amal terpuji itu kepada dirinya, berarti ia belum
menjadi mukmin sesungguhnya karena sebenarnya, kedua amal itu adalah perbuatan
Allah. Sementara itu, manusia hanyalah media penampakannya. Oleh karena itu,
tak ada gunanya memuji manusia yang kemampuannya hanya menampakkan perbuatan
Allah. Seharusnya, ia memuji pelaku sesungguhnya, yaitu Tuhan Yang Maha Memberi
dan Menganugerahi.
Mukmin yang sejati tidak akan menisbatkan perbuatan
baik dan ahwal-nya kepada dirinya sendiri dan tidak pernah memandang dirinya
atau mengagungkannya. Mukmin sejati adalah mukmin yang merasa hampa dari semua
perbuatan dan ahwal tersebut karena
menisbatkan kepada pelaku yang sesungguhnya dan sumber utamanya, yaitu Allah
swt.
Mukmin sejati juga lebih disibukkan oleh menunaikan
hak-hak Allah daripada menunaikan hak-hak dirinya. Bahkan, ia tidak pernah
mengingat keuntungan pribadinya sama sekali. Ia menyembah Allah karena
dzat-Nya, bukan karena mengharap surga-Nya atau ingin selamat dari neraka-Nya.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar