“Zikir yang terlihat bersumber dari
penyaksian batin dan hasil berpikir.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Zikir yang lahir tak lain bersumber dari penyaksian
terhadap Tuhan secara batin dan hasil tafakkur tentang-Nya. Masing-masing dari majdzub dan salik tidak mengucapkan zikir secara lahir, kecuali setelah
menyaksikan Tuhan secara batin dan memikirkan-Nya. Seorang majdzub akan mengalami hal itu, sedangkan salik tidak mengalaminya karena tebalnya sifat kemanusiaannya.
Meski demikian, ia tetap tidak kehilangan
cahaya secara total. Jika tidak mendapatkan cahaya tersebut, tentu ia tidak
akan berzikir. Seperti telah disebutkan di awal, “Sekiranya tidak ada karunia
Ilahi, tidak aka nada zikir,” atau, “Sekiranya tidak ada tajalli (penampakan Ilahi), tidak akan ada tahalli (penyerapan sifat-Nya).”
Maksud zikir di sini adalah seluruh amal lahir.
Disebut zikir karena zikir adalah ruh amal-amal tersebut karena semua amal
mengandung zikir (mengingat Allah). Masing-masing dari penyaksian dan tafakkur
untuk melakukan zikir dijalani oleh setiap majdzub
dan salik.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar