Kamis, 19 November 2015

Alhikam 69 (Buku Kedua)

“Bila hati masih merasa risau dan sedih berarti masih terhalang untuk menyaksikan-Nya.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Bila hati masih merasakan sedih dan risau terhadap hal-hal yang bersifat duniawi, berarti hati tersebut masih terhalang dari melihat Allah swt. dengan mata batinnya. Jika tidak, tentu ia tidak akan merasakan risau dan sedih atas hilangnya sesuatu dari dunia ini.
Perasaan risau dan sedih tersebut adalah akibat dari sikap memandang diri sendiri dan mengedepankan maslahat pribadi. Sekiranya seseorang tidak melihat dirinya sendiri dan hanya menyaksikan Tuhannya, tentu ia akan selalu senang dan bahagia. Allah swt. berfirman, “Janganlah kau bersedih. Sesungguhnya Allah senantiasa bersama kita.”
Siapa yang hatinya bersinar dengan cahaya makrifat, ia tidak akan bersedih selamanya. Akan tetapi, jika orang yang mencapai maqam ini masih merasakan kesedihan dan kerisauan yang tak tertahankan, ketahuilah bahwa di dalam kesedihan dan kerisauan itu masih ada faedah yang mulia. Kesedihan dan kerisauan dapat menjernihkan hati dan memadamkan hawa nafsu serta mengurangi kesenangan dunia.
Kerisauan selalu berhubungan dengan sesuatu yang akan datang dan kesedihan berhubungan dengan sesuatu yang sudah lampau. Keduanya bisa terjadi terhadap perkara-perkara ukhrawi.
Seorang ahli neraka tidak mengalami kerisauan dan kesedihan, kecuali ia tidak bisa menyaksikan Tuhannya. Jika ia sudah melihat Tuhannya, ia tidak lagi mengalami dua perasaan itu. Azab akan terasa manis dan nikmat dalam pandangannya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar