Sabtu, 28 November 2015

Alhikam 107 (Buku Kedua)

“Tafakkur adalah petualangan hati di medan ciptaan Allah.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Tafakkur adalah perjalanan hati di ranah kemakhlukan atau di medan makhluk dan ciptaan Allah, berupa langit, bumi, dan seluruh isinya. Dengan kata lain, tafakkur adalah perjalanan hati di tengah berbagai jenis makhluk dan ciptaan Allah untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan pelajaran serta tanda-tanda yang menghantarkan kepada makrifat Allah dan mengenali sifat-sifat kesempurnaan dan keindahan-Nya. Jika hati bertafakkur tentang wujud makhluk, ia akan dituntun kepada wujud Sang Pencipta. Inilah tafakkurnya orang-orang awam.
Jika hati bertafakkur tentang kebaikan dan buahnya – berupa pahala dan kedekatan dengan Yang MahaMulia – ia akan terdorong untuk melaksanakan kebaikan karena berharap mendapatkan pahala itu. Jika hati berpikir tentang keburukan dan buahnya – berupa azab – ia akan terdorong meninggalkan keburukan dan tidak mau mendekatinya. Inilah tafakkurnya orang-orang abid.
Apabila hati bertafakkur tentang kefanaan dan ketidakmampuan dunia untuk memenuhi semua keinginan, ia akan bertambah zuhud dan meninggalkannya. Inilah tafakkurnya para zahid.
Bila hati bertafakkur tentang nikmat dan karunia Allah, kecintaannya terhadap Sang Pemberi nikmat akan semakin besar. Inilah tafakkurnya orang-orang ‘arif.
Dalam bertafakkur, yang boleh dipikirkan hanyalah makhluk Allah, bukan dzat dan hakikat-Nya karena berpikir tentang dzat Allah dilarang. Rasulullah saw. bersabda, “Berpikirlah tentang ciptaan-Nya. Jangan berpikir tentang Khalik karena kalian takkan sanggup memperkirakan-Nya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar