Selasa, 03 November 2015

Alhikam 31 (Buku Kedua)

“Bisa jadi, kata-kata itu keluar karena ungkapan perasaan. Bisa jadi pula karena ingin memberi petunjuk kepada murid. Kondisi pertama adalah kondisi salik, sedangkan kondisi kedua adalah kondisi mereka yang sudah mencapai hakikat.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Ungkapan para peniti jalan Allah tentang ilmu dan makrifat yang mereka temukan dalam batin mereka bisa jadi keluar karena luapan perasaan yang mereka alami di dalam hati. Mungkin, hati mereka sempit sehingga tanpa mereka sadari, dari sana mengalir dengan deras apa yang bersemayam di dalamnya. Persis seperti sebuah bejana kecil yang dipenuhi air, tentu air itu akan tumpah ruah keluar. Bisa jadi juga, ungkapan itu keluar karena mereka ingin memberikan petunjuk kepada para murid. Walaupun hati mereka luas, mungkin mereka akan menahan isinya sehinggaa tak satupun yang keluar dari hati itu.
Kondisi pertama adalah kondisi yang dialami seorang salik atau orang yang baru mulai meniti jalan menuju Allah. di sini mereka tidak diberi izin untuk mengungkapkan isi hatinya karena mereka dikuasai luapan perasaan. Sementara itu, yang kedua adalah kondisi para muhaqqiq atau orang yang sudah sampai kepada Allah. Mereka diberi izin untuk mengungkapkannya karena ungkapan mereka mengandung bimbingan dan hidayah bagi orang lain.
Jika seorang salik mengungkapkan isi hatinya tanpa dikuasai perasaan, ungkapannya itu sama saja dengan sebentuk pengakuan. Jika seorang muhaqqiq mengungkapkannya tanpa niat memberi hidayah kepada murid, tindakannya itu sama dengan menyebarkan rahasia terlarang. Seorang muhaqqiq harus bersikap diam tak banyak bicara karena ia sedang berada di hadirat Allah, menerima yang datang ke dalam hatinya, berupa keajaiban ilmu dan pemahaman.  


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar