Selasa, 03 November 2015

Alhikam 36 (Buku Kedua)

“Terkadang seorang ‘arif malu mengungkapkan kebutuhannya kepada Allah karena merasa cukup dengan kehendak-Nya, apalagi mengungkapkan kebutuhannya kepada makhluk.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Seorang ‘arif dan muhaqqiq terkadang merasa malu untuk mengadukan kebutuhannya kepada Allah. Ia tidak akan meminta sesuatu pun dari-Nya karena ia merasa cukup dengan kehendak dan ketentuan-Nya, baik berupa pemberian, penolakan, manfaat, maupun bahaya.
Asy-Syadzili berkata, “Keluarkan semua mahkluk dari hatimu dan kuatkan asamu terhadap Tuhanmu agar Dia memberimu selain apa yang telah ditentukan-Nya untukmu.”
Meminta kepada Allah saja seorang ‘arif malu, apalagi meminta dan mengungkapkan kebutuhannya kepada makhluk. Ia tidak akan meminta kepada makhluk dan tidak mengadukan kebutuhannya kepada mereka karena para makhluk miskin dan membutuhkan, sedangkan Tuhan mereka adalah Mahakaya dan Terpuji. Oleh sebab itu, seorang ‘arif akan menjauhkan tekadnya dari makhluk dan tidak pernah meminta kepada mereka apapun yang ia butuhkan.
Maka dari itu, jangan kau kotori imanmu dengan ketamakanmu terhadap makhluk dan jangan bersandar, kecuali kepada Tuhan semesta alam. Ikutilah jalan Ibrahim dalam menjauhkan tekad dari para makhluk.
Ketika Nabi Ibrahim akan dilemparkan ke dalam kobaran api, Jibril bertanya kepadanya, “Apa kau butuh sesuatu?” Nabi Ibrahim menjawab, “Aku tidak butuh apa-apa darimu. Aku hanya butuh pertolongan Allah.“ Jibril lantas berkata, “Kalau begitu, mintalah kepada Allah” Ibrahim berkata, “Cukuplah bagiku, Dia mengetahui keadaanku.”
Orang-orang yang membutuhkan terbagi ke dalam tiga golongan. Pertama, mereka yang tidak sabar. Jika membutuhkan sesuatu, mereka akan meminta kepada manusia. Mereka juga menerima pemberian dari manusia tanpa menyadari bahwa yang sebenarnya memberi adalah Allah. Kedua, mereka yang tidak meminta kepada manusia. Namun jika diberi, mereka menerimanya tanpa menyadari bahwa yang sebenarnya memberi adalah Allah. Ketiga, mereka yang tidak meminta kepada manusia. Jika diberi, mereka tidak mau menerimanya.
Sementara itu, para peniti jalan Allah hanya meminta kepada Allah swt. Apabila Allah menetapkan sesuatu atas mereka, mereka akan menganggap baik ketetapan Allah itu.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar