Selasa, 17 November 2015

Alhikam 58 (Buku Kedua)

“Sampaimu kepada Allah (wushul) adalah sampaimu kepada pengetahuan tentang-Nya karena mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Sampaimu kepada Allah swt. seperti yang diisyaratkan ahli tarekat, adalah sampaimu kepada penyaksian-Nya dengan mata batinmu. Inilah yang disebut dengan penyaksian langsung atau ‘ilmu yaqin (ilmu yakin) terhadap tajalli (penampakan) Allah swt. dan limpahan kasih sayang-Nya.
Penyaksian ini juga disebut sebagai perkenalan langsung dengan mata dan perasaan fitrah. Para ahli syuhud berbeda-beda dalam mendapatkannya. Ada yang mendapatkan tajalli perbuatan Allah swt. Di sini, perbuatan mereka dan perbuatan selain mereka sirna melebur dalam perbuatan Allah swt. Mereka tidak melihat sosok pelaku sebuah perbuatan, kecuali Allah swt. Pada kondisi ini, mereka akan keluar dari ikhtiar dan usaha. Ini adalah tingkatan pertama sampainya seseorang kepada Allah swt. (wushul).
Ada pula yang mendapatkan tajalli sifat-sifat Allah swt. Di sini mereka akan berdiri penuh pengagungan dan kerinduan terhadap apa yang dilihat mata hati mereka, berupa keagungan dan keindahan Allah swt. Ini adalah tingkatan kedua sampainya seseorang kepada Allah swt.
Di antara mereka ada yang sampai kepada maqam kefanaan. Batinnya berisi cahaya keyakinan dan musyahadah. Ketika syuhud, ia tidak lagi merasakan wujud dirinya. Ini adalah tajalli dzat yang berlaku pada kaum khusus dan orang-orang muqarrabin. Ini adalah tingkatan ketiga dalam wushul (sampainya seseorang kepada Allah).
Di atasnya lagi adalah tingkatan haqqul yaqin. Di dunia, tingkatan ini terjadi dalam bentuk lamh (pandangan sekilas), yaitu mengalirnya cahaya musyahadah di sekujur tubuh seorang hamba sampai ruhnya pun turut mendapatkannya, demikian pula hati dan jiwanya. Ini adalah tingkatan tertinggi wushul.
Dalam ‘Awarif al-Ma’arif disebutkan, “Jika segala hakikat telah diraih, seorang hamba dengan ahwal yang mulia ini akan mengetahui bahwa dirinya masih berada di tingkatan pertama. Lantas bagaimana dengan wushul haqiqi (wushul secara fisik)? Mustahil, karena jalan wushul tidak akan pernah terputus selamanya, sepanjang usia akhirat yang abadi. Lantas bagaiman mungkin wushul haqiqi itu terjadi di umur dunia yang pendek ini?”
Yang dimaksud dengan wushul adalah sampainya kita kepada pengetahuan tentang Allah swt. dengan media perasaan dan fitrah. Jika pengertiannya tidak demikian, berarti wushul kita tidak benar, karena Allah swt. tidak mungkin menyentuh atau disentuh sesuatu secara lahir maupun batin. Bagaimana mungkin Dzat yang tidak ada bandingannya akan bersentuhan dengan sesuatu yang memiliki bandingan. Padahal, syarat terjadinya persentuhan adalah adanya kesamaan sifat di antara keduanya. Sementara itu, secara mutlak, tak ada kesamaan antara Yang MahaSempurna dengan sesuatu yang amat kurang sempurna.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar