“Sampaimu kepada Allah (wushul)
adalah sampaimu kepada pengetahuan tentang-Nya karena mustahil Allah disentuh
atau menyentuh sesuatu.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Sampaimu kepada Allah swt. seperti yang diisyaratkan
ahli tarekat, adalah sampaimu kepada penyaksian-Nya dengan mata batinmu. Inilah
yang disebut dengan penyaksian langsung atau ‘ilmu yaqin (ilmu yakin) terhadap tajalli (penampakan) Allah swt. dan limpahan kasih sayang-Nya.
Penyaksian ini juga disebut sebagai perkenalan
langsung dengan mata dan perasaan fitrah. Para ahli syuhud berbeda-beda dalam mendapatkannya. Ada yang mendapatkan tajalli perbuatan Allah swt. Di sini,
perbuatan mereka dan perbuatan selain mereka sirna melebur dalam perbuatan
Allah swt. Mereka tidak melihat sosok pelaku sebuah perbuatan, kecuali Allah
swt. Pada kondisi ini, mereka akan keluar dari ikhtiar dan usaha. Ini adalah
tingkatan pertama sampainya seseorang kepada Allah swt. (wushul).
Ada pula yang mendapatkan tajalli sifat-sifat Allah swt. Di sini mereka akan berdiri penuh
pengagungan dan kerinduan terhadap apa yang dilihat mata hati mereka, berupa
keagungan dan keindahan Allah swt. Ini adalah tingkatan kedua sampainya
seseorang kepada Allah swt.
Di antara mereka ada yang sampai kepada maqam kefanaan. Batinnya berisi cahaya
keyakinan dan musyahadah. Ketika syuhud, ia tidak lagi merasakan wujud
dirinya. Ini adalah tajalli dzat yang
berlaku pada kaum khusus dan orang-orang muqarrabin.
Ini adalah tingkatan ketiga dalam wushul
(sampainya seseorang kepada Allah).
Di atasnya lagi adalah tingkatan haqqul yaqin. Di dunia, tingkatan ini terjadi dalam bentuk lamh (pandangan sekilas), yaitu
mengalirnya cahaya musyahadah di
sekujur tubuh seorang hamba sampai ruhnya pun turut mendapatkannya, demikian
pula hati dan jiwanya. Ini adalah tingkatan tertinggi wushul.
Dalam ‘Awarif
al-Ma’arif disebutkan, “Jika segala hakikat telah diraih, seorang hamba
dengan ahwal yang mulia ini akan
mengetahui bahwa dirinya masih berada di tingkatan pertama. Lantas bagaimana
dengan wushul haqiqi (wushul secara fisik)? Mustahil, karena
jalan wushul tidak akan pernah
terputus selamanya, sepanjang usia akhirat yang abadi. Lantas bagaiman mungkin wushul haqiqi itu terjadi di umur dunia
yang pendek ini?”
Yang dimaksud dengan wushul adalah sampainya kita kepada pengetahuan tentang Allah swt.
dengan media perasaan dan fitrah. Jika pengertiannya tidak demikian, berarti wushul kita tidak benar, karena Allah
swt. tidak mungkin menyentuh atau disentuh sesuatu secara lahir maupun batin.
Bagaimana mungkin Dzat yang tidak ada bandingannya akan bersentuhan dengan
sesuatu yang memiliki bandingan. Padahal, syarat terjadinya persentuhan adalah
adanya kesamaan sifat di antara keduanya. Sementara itu, secara mutlak, tak ada
kesamaan antara Yang MahaSempurna dengan sesuatu yang amat kurang sempurna.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar