Sabtu, 28 November 2015

Alhikam 94 (Buku Kedua)

“Adanya keistimewaan tidak berarti lenyapnya sifat-sifat manusia. Keistimewaan tersebut ibarat sinar mentari siang. Ia tampak di cakrawala, padahal bukan bersumber dari cakrawala. Kadang kala mentari sifat-Nya terang di malam wujudmu. Kadang kala pula Dia mencabutnya kembali darimu dan mengembalikanmu pada batas semula. Siang tersebut bukan berasal darimu dan bukan pula menuju kepadamu. Namun, ia datang dari Allah untukmu.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Adanya kelebihan yang diberikan Allah kepadamu berupa kekuatan dan kemampuan melakukan apa saja terhadap semua benda dan mengungkap rahasianya tidak berarti hilangnya sifat kemanusiaanmu, seperti sifat tidak memiliki, lemah, tak berdaya, hina, dan bodoh. Sifat-sifat manusia itu merupakan hal yang bersifat inti dan pasti melekat pada diri setiap hamba.
Ibnu Atha’illah mengumpamakan kelebihan itu dengan mengatakan, “Keistimewaan itu ibarat sinar mentari siang hari.” Keistimewaan seumpama sinar yang amat panas dan terang benderang. Ia muncul di cakrawala langit, tetapi tidak bersumber dari cakrawala itu sendiri. Jika matahari siang muncul di cakrawala yang gelap gulita, kegelapan itu akan bersinar terang. Jika tenggelam, cakrawala akan kembali gelap seperti sedia kala. Hal itu dikarenakan, benderangnya cakrawala bukan merupakan sifat dasar cakrawala itu, melainkan hanyalah asupan dan pemberian. Tentu sifat-sifat asupan tidak bisa menghilangkan sifat-sifat dasar.
Seperti itulah sifat-sifat manusia yang ada pada dirimu, seperti kemiskinan, kelemahan, dan ketidakberdayaan, persis dengan keadaan di malam hari. Jika matahari muncul di malam hari atau jika Allah menampakkan diri-Nya pada dirimu dengan sifat-sifat kaya dan kuasa-Nya, dzatmu akan bersinar terang dengan kekayaan dan kekuasaan. Namun, apabila cahaya itu diambil lagi, dzatmu akan kembali seperti semula. Iniah yang diisayratkan Ibnu Atha’illah dengan ucapannya, “Kadang kala mentari sifat-Nya terang di malam wujudmu.”
Maksudnya, sifat-sifat Allah yang diumpamakan dengan matahari akan tampak pada sifat-sifat pribadimu yang diumpamakan dengan malam hari. Dengan demikian, keistimewaanmu akan tampak dan kau pun menjadi mampu dengan kuasa Allah, kuat dengan kekuatan Allah, dan tahu dengan ilmu Allah, dst. Jika Allah menampakkan dirinya padamu dengan sifat-sifat kuasa-Nya, kau akan memiliki kekuatan yang dapat menutupi kelemahanmu. Apabila Dia menampakkan diri-Nya padamu dengan sifat ilmu-Nya, kau akan memiliki ilmu yang menutupi kebodohanmu, dst.
Terkadang, Allah mencabut sifat-sifat-Nya kembali darimu dan mengembalikanmu seperti semula; lemah, tak berdaya, dan bodoh. Dengan begitu, keistimewaanmu menjadi tidak tampak. Oleh sebab itu, terkadang pada diri Rasulullah saw. tampak sifat-sifat kekuatan dan kemampuan sehingga tak heran jika beliau bisa memberi makan seribu orang dengan hanya satu sha’ gandum. Namun, sesekali beliau lemah dan tak berdaya sehingga beliau harus mengikat batu di perutnya demi menahan rasa lapar yang menderanya. Seperti itu pula yang dialami oleh para wali pewarisnya.
Keistimewaan yang tampak padamu bukan berasal dari dirimu sendiri, bukan sifat-sifat dasarmu. Ia adalah sifat asupan atau pemberian dari Yang Haq Allah swt. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengabadikannya padamu. Jika Dia menginginkann sebaliknya, Dia akan menghilangkannya lagi.
Oleh sebab itu, pada waktu-waktu tertentu, para wali terlihat memiliki kekuatan. Namun, terkadang mereka lemah dan tak berdaya. Meski demikian, cahaya hati mereka dan rahasia batinnya tetap tidak hilang dan tidak tenggelam. Yang tenggelam dan hilang dari mereka hanyalah keistimewaan yang tampak pada lahir mereka.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar