“Adanya keistimewaan tidak berarti
lenyapnya sifat-sifat manusia. Keistimewaan tersebut ibarat sinar mentari
siang. Ia tampak di cakrawala, padahal bukan bersumber dari cakrawala. Kadang
kala mentari sifat-Nya terang di malam wujudmu. Kadang kala pula Dia
mencabutnya kembali darimu dan mengembalikanmu pada batas semula. Siang
tersebut bukan berasal darimu dan bukan pula menuju kepadamu. Namun, ia datang
dari Allah untukmu.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Adanya kelebihan yang diberikan Allah kepadamu berupa
kekuatan dan kemampuan melakukan apa saja terhadap semua benda dan mengungkap
rahasianya tidak berarti hilangnya sifat kemanusiaanmu, seperti sifat tidak
memiliki, lemah, tak berdaya, hina, dan bodoh. Sifat-sifat manusia itu
merupakan hal yang bersifat inti dan pasti melekat pada diri setiap hamba.
Ibnu Atha’illah mengumpamakan kelebihan itu dengan
mengatakan, “Keistimewaan itu ibarat sinar mentari siang hari.” Keistimewaan
seumpama sinar yang amat panas dan terang benderang. Ia muncul di cakrawala langit,
tetapi tidak bersumber dari cakrawala itu sendiri. Jika matahari siang muncul
di cakrawala yang gelap gulita, kegelapan itu akan bersinar terang. Jika
tenggelam, cakrawala akan kembali gelap seperti sedia kala. Hal itu
dikarenakan, benderangnya cakrawala bukan merupakan sifat dasar cakrawala itu,
melainkan hanyalah asupan dan pemberian. Tentu sifat-sifat asupan tidak bisa
menghilangkan sifat-sifat dasar.
Seperti itulah sifat-sifat manusia yang ada pada
dirimu, seperti kemiskinan, kelemahan, dan ketidakberdayaan, persis dengan
keadaan di malam hari. Jika matahari muncul di malam hari atau jika Allah
menampakkan diri-Nya pada dirimu dengan sifat-sifat kaya dan kuasa-Nya, dzatmu
akan bersinar terang dengan kekayaan dan kekuasaan. Namun, apabila cahaya itu diambil
lagi, dzatmu akan kembali seperti semula. Iniah yang diisayratkan Ibnu
Atha’illah dengan ucapannya, “Kadang kala mentari sifat-Nya terang di malam
wujudmu.”
Maksudnya, sifat-sifat Allah yang diumpamakan dengan
matahari akan tampak pada sifat-sifat pribadimu yang diumpamakan dengan malam
hari. Dengan demikian, keistimewaanmu akan tampak dan kau pun menjadi mampu
dengan kuasa Allah, kuat dengan kekuatan Allah, dan tahu dengan ilmu Allah,
dst. Jika Allah menampakkan dirinya padamu dengan sifat-sifat kuasa-Nya, kau
akan memiliki kekuatan yang dapat menutupi kelemahanmu. Apabila Dia menampakkan
diri-Nya padamu dengan sifat ilmu-Nya, kau akan memiliki ilmu yang menutupi
kebodohanmu, dst.
Terkadang, Allah mencabut sifat-sifat-Nya kembali
darimu dan mengembalikanmu seperti semula; lemah, tak berdaya, dan bodoh.
Dengan begitu, keistimewaanmu menjadi tidak tampak. Oleh sebab itu, terkadang
pada diri Rasulullah saw. tampak sifat-sifat kekuatan dan kemampuan sehingga
tak heran jika beliau bisa memberi makan seribu orang dengan hanya satu sha’ gandum. Namun, sesekali beliau
lemah dan tak berdaya sehingga beliau harus mengikat batu di perutnya demi
menahan rasa lapar yang menderanya. Seperti itu pula yang dialami oleh para
wali pewarisnya.
Keistimewaan yang tampak padamu bukan berasal dari
dirimu sendiri, bukan sifat-sifat dasarmu. Ia adalah sifat asupan atau
pemberian dari Yang Haq Allah swt.
Jika Allah menghendaki, Dia akan mengabadikannya padamu. Jika Dia menginginkann
sebaliknya, Dia akan menghilangkannya lagi.
Oleh sebab itu, pada waktu-waktu tertentu, para wali
terlihat memiliki kekuatan. Namun, terkadang mereka lemah dan tak berdaya.
Meski demikian, cahaya hati mereka dan rahasia batinnya tetap tidak hilang dan
tidak tenggelam. Yang tenggelam dan hilang dari mereka hanyalah keistimewaan
yang tampak pada lahir mereka.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar