Jumat, 28 Agustus 2015

Al-Hikam 108

“Bukan ketidakjelasan jalan yang dikhawatirkan dari dirimu. Yang dikhawatirkan adalah menangnya hawa nafsu atas dirimu.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Ketidakjelasan jalan bermakna ketidakjelasan jalan ‘ubudiyah yang dapat mengantarmu ke hadirat Tuhanmu saat kau mengalami satu ahwal. Padahal, jalan ‘ubudiyah ini telah dijelaskan syariat. Siapa yang menelaah al-Qur’an dan sunnah maka ia akan mendapatkan bimbingan yang gambling dalam meniti jalan itu.
‘Ubudiyah-mu dalam ketaatan adalah dengan menyaksikan karunia ketaatan itu. ‘Ubudiyah dalam maksiat adalah dengan beristighfar dan bertobat. Adapun ‘ubudiyah-mu dalam kenikmatan adalah dengan mensyukuri nikmat tersebut dan ‘ubudiyah dalam cobaan adalah dengan bersabar.
Dalam semua kondisi di atas, yang dikhawatirkan dari dirimu adalah kemenangan hawa nafsu atas dirimu sendiri sehingga ia membutakan matamu sampai kau tidak bisa melihat jalan tujuanmu. Ia bisa membuatmu bersikap sombong dan ‘ujub atas ketaatanmu, mendorongmu untuk selalu bermaksiat, mengabaikan nikmat dan tidak mensyukurinya, atau gelisah dan sedih saat menerima musibah.
Bisa jadi makna hikmah di atas adalah yang dikhawatirkan dirimu, bukan ketidaktahuanmu tentang mana di antara sekian amal yang harus kauutamakan. Ini akan kaualami jika kau tidak dibimbing oleh seorang syekh atau guru. Yang dikhawatirkan darimu justru adalah saat hawa nafsu mengalahkanmu. Hawa nafsu akan menghalangimu untuk melakukan amalan-amalan tersebut sehingga kau malah mengurungkan niat meniti jalan menuju Tuhan. Bahkan, kau meninggalkan jalan yang semestinya kau gunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Jika kau tidak mengetahui mana yang lebih utama di antara semua amal itu, sebaiknya kau mencari seorang syekh pembimbing agar kau diajari dan dibimbingnya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar