“Sebaik-baik waktumu adalah ketika
kau menyadari betapa tergantungnya dirimu kepada Allah dan betapa hinanya
dirimu.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Ini dianggap waktu terbaik karena pada waktu ini kau
merasa hadir dengan Tuhanmu. Kaupalingkan pandanganmu dari segala media,
sarana, dan sebab-sebab yang membuatmu semakin jauh dari-Nya. Lain halnya
ketika kau merasa kaya dan mulia, maka itu adalah waktu terburuk bagimu.
Dikisahkan dari ‘Atha as-Silmi bahwa ia, selama tujuh
hari tidak mencicipi sedikitpun makanan dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Namun, hatinya bahagi mengalami hal itu. Ia berkata, “Tuhanku, sekiranya Engkau
tidak memberiku makan tiga hari lagi ke depan, aku akan shalat menyembah-Mu
sebanyak seribu rakaat.”
Diceritakan pula bahwa suatu malam, Fatah al-Mushil
pulang ke rumahnya. Ia tidak mendapati hidangan makan malam, lampu penerang,
dan tidak pula kayu bakar. Ia tetap memuji Allah dengan mengucap Alhamdulillah seraya beribadah
kepada-Nya. Ia berdo’a, “Tuhanku, dengan sebab dan washilah (perantara) apalagi
agar Engkau memperlakukanku seperti memperlakukan para wali-Mu?”
Demikian pula yang terjadi pada Fudhail bin Iyyadh. Ia
berkata, “Dengan amal apa lagi supaya aku layak mendapatkan hal ini dari-Mu
agar aku terus mengalaminya?”
Banyak kejadian serupa yang terjadi pada orang-orang yang dekat dengan Allah. Oleh
sebab itu, Ibnu Atha’illah berkata, “Kebutuhan adalah hari raya para murid.”
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar