“Allah menerangi alam lahir dengan
cahaya makhluk-makhluk-Nya, dan menerangi alam batin dengan cahaya
sifat-sifat-Nya. Cahaya alam lahir pasti terbenam, dan cahaya hati tak kan
pernah padam. Karena itu seorang penyair berkata, “Matahari siang terbenam dengan
datangnya malam, matahari hati takkan pernah sekalipun menghilang.””
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Allah menerangi seluruh langit dan bumi dengan cahaya
dari jejak sifat-sifat-Nya atau dengan cahaya matahari, bulan, dan bintang yang
kesemuanya mencerminkan sifat qudrah
dan iradah Allah. seluruh fenomena
alam nyata ini menjadi terbuka bagi kita dengan cahaya bintang-bintang itu.
Saat itu, kita bisa melihat seluruh alam semesta dan mengambil manfaat darinya
atau menghindari bahayanya.
Allah menerangi relung batin dengan ilmu pengetahuan
yang bersumber dari penampakan sifat-sifat-Nya pada hati orang-orang ‘arif. Relung batin orang-orang ‘arif itu menjadi terbuka dengan cahaya
ilmu pengetahuan yang bersumber dari sifat-sifat Allah atau meresapnya sifat-sifat
itu dalam hati mereka. Saat itulah, orang-orang ‘arif akan bisa melihat berbagai sifat yang ada dalam batin mereka
sehingga mereka akan menghindari bahayanya dan mengambil manfaatnya.
Alam semesta bisa nyata dengan cahaya makhluk-Nya dan
relung batin bisa nyata dengan cahaya sifat-sifat-Nya. Cahaya makhluk bersumber
dari sesuatu yang hadits (baru),
sedangkan cahaya sifat-sifat-Nya bersumber dari Dzat yang Qadim (terdahulu). Semua cahaya lahir (yang berasal dari makhluk)
itu akan redup.
Cahaya matahari akan hilang di malam hari. Cahaya
bintang dan bulan akan hilang di siang hari. Namun, cahaya hati yang bersumber
dari penyaksian terhadap sifat-sifat Allah yang Qadim tidak akan pernah hilang dan redup. Tentu saja cahaya yang
bersumber dari Yang Maha Qadim tidak
akan sirna.
Yang membuat cahaya itu tidak Nampak adalah
sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada diri orang-orang ‘arif, sehingga cahaya itu seolah-olah tak ada. Padahal cahaya itu
tetap ada dalam hati mereka. Oleh sebab itu, seorang penyair berkata,
“Sesungguhnya matahari siang terbenam menjelang malam, namun matahari hati
takkan pernah tenggelam.”
Syair lain mengatakan:
“Matahari pecinta Tuhan akan terbit di malam hari. Ia
akan memancarkan sinarnya dan tak pernah terbenam.”
Disini terkandung peringatan bahwa perkara-perkara
yang abadi itulah yang harus disukai, disenangi, dan dijaga kondisinya. Lain
halnya dengan perkara-perkara fana yang bisa terbenam, ia tak perlu
digandrungi. Bila demikian, seorang hamba akan mengikuti keyakinan dan prinsip
Ibrahim saat ia berkata, “Saya tidak suka sesuatu yang terbenam dan hilang.”
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar