Selasa, 18 Agustus 2015

Al-Hikam 105

“Allah menerangi alam lahir dengan cahaya makhluk-makhluk-Nya, dan menerangi alam batin dengan cahaya sifat-sifat-Nya. Cahaya alam lahir pasti terbenam, dan cahaya hati tak kan pernah padam. Karena itu seorang penyair berkata, “Matahari siang terbenam dengan datangnya malam, matahari hati takkan pernah sekalipun menghilang.””
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Allah menerangi seluruh langit dan bumi dengan cahaya dari jejak sifat-sifat-Nya atau dengan cahaya matahari, bulan, dan bintang yang kesemuanya mencerminkan sifat qudrah dan iradah Allah. seluruh fenomena alam nyata ini menjadi terbuka bagi kita dengan cahaya bintang-bintang itu. Saat itu, kita bisa melihat seluruh alam semesta dan mengambil manfaat darinya atau menghindari bahayanya.
Allah menerangi relung batin dengan ilmu pengetahuan yang bersumber dari penampakan sifat-sifat-Nya pada hati orang-orang ‘arif. Relung batin orang-orang ‘arif itu menjadi terbuka dengan cahaya ilmu pengetahuan yang bersumber dari sifat-sifat Allah atau meresapnya sifat-sifat itu dalam hati mereka. Saat itulah, orang-orang ‘arif akan bisa melihat berbagai sifat yang ada dalam batin mereka sehingga mereka akan menghindari bahayanya dan mengambil manfaatnya.
Alam semesta bisa nyata dengan cahaya makhluk-Nya dan relung batin bisa nyata dengan cahaya sifat-sifat-Nya. Cahaya makhluk bersumber dari sesuatu yang hadits (baru), sedangkan cahaya sifat-sifat-Nya bersumber dari Dzat yang Qadim (terdahulu). Semua cahaya lahir (yang berasal dari makhluk) itu akan redup.
Cahaya matahari akan hilang di malam hari. Cahaya bintang dan bulan akan hilang di siang hari. Namun, cahaya hati yang bersumber dari penyaksian terhadap sifat-sifat Allah yang Qadim tidak akan pernah hilang dan redup. Tentu saja cahaya yang bersumber dari Yang Maha Qadim tidak akan sirna.
Yang membuat cahaya itu tidak Nampak adalah sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada diri orang-orang ‘arif, sehingga cahaya itu seolah-olah tak ada. Padahal cahaya itu tetap ada dalam hati mereka. Oleh sebab itu, seorang penyair berkata, “Sesungguhnya matahari siang terbenam menjelang malam, namun matahari hati takkan pernah tenggelam.”
Syair lain mengatakan:
“Matahari pecinta Tuhan akan terbit di malam hari. Ia akan memancarkan sinarnya dan tak pernah terbenam.”
Disini terkandung peringatan bahwa perkara-perkara yang abadi itulah yang harus disukai, disenangi, dan dijaga kondisinya. Lain halnya dengan perkara-perkara fana yang bisa terbenam, ia tak perlu digandrungi. Bila demikian, seorang hamba akan mengikuti keyakinan dan prinsip Ibrahim saat ia berkata, “Saya tidak suka sesuatu yang terbenam dan hilang.”


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar