Minggu, 30 Agustus 2015

Al-Hikam 113

“Hanya orang bodoh yang meremehkan wirid. Limpahan karunia-Nya (warid) terus ada hingga negeri akhirat, tetapi wirid terhenti dengan selesainya dunia. Maka dari itu, yang paling perlu mendapat perhatian adalah yang tidak ada gantinya di akhirat (yaitu wirid). Allahlah yang menuntut wirid darimu, sedangkan engkau yang menuntut karunia dari-Nya. Oleh karena itu, sungguh jauh perbedaan antara apa yang Dia tuntut darimu dan apa yang kautuntut dari-Nya.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Wirid ialah amal shaleh yang mengisi waktu-waktu dan membuat seluruh anggota tubuh menjauhi hal-hal yang dibenci-Nya. Orang bodoh akan meremehkan wirid, padahal di dalamnya terkandung ‘ubudiyah kepada Allah, rasa hadir bersama-Nya, zikir, pembersihan batin, serta dapat menarik cahaya karuia Ilahi. Menjalani wirid tanpa memedulikan hasilnya termasuk kebodohan.
Ibnu Atha’illah menyebutkan, wirid lebih utama daripada warid bila ditinjau dari dua sisi. Pertama, warid ialah karunia yang masuk ke dalam batin seorang hamba, berupa makrifat Tuhan dan kelembutan jiwa atau cahaya-cahaya yang membuat hati lapang dan bersinar terang. Warid ini akan tetap ada hingga negeri akhirat, sedangkan wirid akan musnah dengan musnahnya dunia. Oleh karena itu, yang perlu mendapat perhatian adalah yang wujudnya akan sirna. Artinya, seorang hamba harus memperbanyak wirid sebelum tertinggal karena ia tidak mungkin mengganti wirid yang hilang dan tertinggal.
Kedua, wirid merupakan sesuatu yang dituntut Allah darimu. Adapun warid, kaulah yang memintanya dari Allah. Oleh karena itu, yang kauminta dari-Nya tidak sebanding dengan yang Dia minta darimu. Tentu, yang diminta-Nya darimu lebih utama daripada yang kauminta dari-Nya. Wirid adalah hak Allah atasmu, sedangkan warid (karunia) adalah hakmu atas-Nya. Melaksanakan hak-Nya tentu lebih utama dan lebih patut daripada meminta keuntungan dan bagian dari-Nya.
Ibnu Atha’illah ingin mengingatkan para murid yang tamak terhadap warid (karunia), namun mengabaikab wirid. Tindakan itu merupakan akibat kebodohan dan ketidaktahuannya tentang buah dan hasil wirid. Oleh karena itu, orang-orang ‘arif tidak meninggalkan wirid, padahal ahwal mereka lebih baik daripada para murid.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

1 komentar:

  1. Bismillahirrohmaanirrohiim.Jzkk atas perkongsian ilmu mohon share moga diterima sebagai amal soleh In Syaa Allah Aamiin Allahumma Aamiin

    BalasHapus