“Hanya orang bodoh yang meremehkan
wirid. Limpahan karunia-Nya (warid) terus ada hingga negeri akhirat, tetapi
wirid terhenti dengan selesainya dunia. Maka dari itu, yang paling perlu
mendapat perhatian adalah yang tidak ada gantinya di akhirat (yaitu wirid).
Allahlah yang menuntut wirid darimu, sedangkan engkau yang menuntut karunia
dari-Nya. Oleh karena itu, sungguh jauh perbedaan antara apa yang Dia tuntut
darimu dan apa yang kautuntut dari-Nya.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Wirid ialah amal shaleh yang mengisi waktu-waktu dan
membuat seluruh anggota tubuh menjauhi hal-hal yang dibenci-Nya. Orang bodoh
akan meremehkan wirid, padahal di dalamnya terkandung ‘ubudiyah kepada Allah, rasa hadir bersama-Nya, zikir, pembersihan
batin, serta dapat menarik cahaya karuia Ilahi. Menjalani wirid tanpa
memedulikan hasilnya termasuk kebodohan.
Ibnu Atha’illah menyebutkan, wirid lebih utama
daripada warid bila ditinjau dari dua sisi. Pertama, warid ialah karunia yang
masuk ke dalam batin seorang hamba, berupa makrifat Tuhan dan kelembutan jiwa
atau cahaya-cahaya yang membuat hati lapang dan bersinar terang. Warid ini akan
tetap ada hingga negeri akhirat, sedangkan wirid akan musnah dengan musnahnya
dunia. Oleh karena itu, yang perlu mendapat perhatian adalah yang wujudnya akan
sirna. Artinya, seorang hamba harus memperbanyak wirid sebelum tertinggal
karena ia tidak mungkin mengganti wirid yang hilang dan tertinggal.
Kedua, wirid merupakan sesuatu yang dituntut Allah
darimu. Adapun warid, kaulah yang memintanya dari Allah. Oleh karena itu, yang
kauminta dari-Nya tidak sebanding dengan yang Dia minta darimu. Tentu, yang
diminta-Nya darimu lebih utama daripada yang kauminta dari-Nya. Wirid adalah
hak Allah atasmu, sedangkan warid (karunia) adalah hakmu atas-Nya. Melaksanakan
hak-Nya tentu lebih utama dan lebih patut daripada meminta keuntungan dan
bagian dari-Nya.
Ibnu Atha’illah ingin mengingatkan para murid yang tamak terhadap warid
(karunia), namun mengabaikab wirid. Tindakan itu merupakan akibat kebodohan dan
ketidaktahuannya tentang buah dan hasil wirid. Oleh karena itu, orang-orang ‘arif tidak meninggalkan wirid, padahal ahwal mereka lebih baik daripada para murid.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)
Bismillahirrohmaanirrohiim.Jzkk atas perkongsian ilmu mohon share moga diterima sebagai amal soleh In Syaa Allah Aamiin Allahumma Aamiin
BalasHapus