“Tutup (perlindungan) Allah ada dua;
tutup yang menghalangi perbuatan maksiat dan tutup ketika melakukan maksiat.
Manusia pada umumnya berharap supaya ditutupi dalam melakukan maksiat karena
khawatir derajat mereka jatuh di mata makhluk. Adapun kalangan khusus berharap
ditutup (dicegah) dari perbuatan maksiat karena khawatir kedudukan mereka jatuh
dalam pandangan Allah.”
--Ibnu
Atha’illah al-Iskandari--
Tirai Allah ada dua macam. Pertama, tirai yang
menghalangi seorang hamba dari kemaksiatan, misalnya dengan tidak memberinya
sebab-sebab untuk melakukan maksiat. Kedua, tirai penutup saat hamba melakukan
maksiat, misalnya dengan menutupi aibnya di hadapan semua orang saat ia
melakukan maksiat atau sesudahnya.
Manusia awam yang tidak memiliki hakikat keimanan
selalu didominasi oleh pandangan makhluk. Mereka selalu berharap dari makhluk
berbagai manfaat dan keselamatan dari bahaya, karena itu mereka bersikap riya’ dan berpura-pura di hadapan semua
makhluk. Mereka selalu tamak dan sombong di hadapan manusia. Mereka juga tidak
suka jika manusia mengetahui hal-hal buruk yang ada pada diri mereka yang dapat
menjatuhkan kedudukan mereka.
Oleh sebab itu, manusia cenderung meminta agar Allah
menutupi aib mereka saat melakukan maksiat atau bahkan saat menyukainya. Hal itu
dikarenakan, mereka takut martabatnya jatuh di mata makhluk. Jika makhluk
mengetahui kondisi mereka, tentu mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka
harapkan, yaitu manfaat dan keselamatan dari bahaya. Mereka itulah orang-orang
yang bersandar kepada selain Allah. Mereka adalah syirik tersamar yang dapat
mengeluarkan pemiliknya dari hakikat keimanan. Tentang mereka, Allah swt.
berfirman, “Mereka bersembunyi dari
manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta
mereka.” (QS. an-Nisa [4]: 108)
Adapun orang-orang khusus yang mendapatkan hakikat
keimanan, mereka tidak pernah menoleh kepada makhluk, tidak memuji, tidak pula
mencela. Mereka juga tidak berharap dari makhluk manfaat atau takut terhadap
bahaya mereka. Mereka tidak pernah bersandar kepada makhluk karena mereka hanya
puas dengan pandangan Allah kepada diri mereka.
Orang-orang khusus ini meminta agar Allah menutupi aib
mereka dari pandangan manusian dan menjaga bisikan hati mereka untuk tidak
melakukan maksiat. Hal itu dikarenakan mereka takut kedudukannya jatuh di mata
Allah akibat pelanggaran dan perbuatan mereka yang memicu murka-Nya.
Inilah yang sering terjadi pada dua kelompok manusia
tersebut. Tentu ada perbedaan yang besar di antara keduanya. Terkadang
orang-orang awam meminta agar Allah menutupi aibnya. Ini dilakukannya karena
ingin melaksanakan perintah Allah dn rasul-Nya untuk menutupi aib orang yang
diuji dengan maksiat. Pada diri mereka tak ada rasa penghinaan terhadap
maksiat, tidak pula rasa cinta kepadanya. Sesekali orang khusus juga meminta
agar Allah menutupi maksiat yang mereka lakukan, tidak membongkarnya di tengah
makhluk, tidak pula di hadapan Allah karena mereka malu telah jatuh ke jurang
maksiat. Juga karena manusia sering berburuk sangka kepada orang-orang yang
dekat dengan Allah jika mereka mengetahui keburukannya.
(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)