Senin, 28 September 2015

Al-Hikam 148

“Jika kaum zuhud mendapat pujian, hati mereka resah karena mereka melihat pujian tersebut berasal dari makhluk. Ketika kaum ‘arif dipuji, hati mereka senang karena mereka melihatnya berasal dari Allah Yang MahaHaq.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Jika orang-orang zuhud dipuji, mereka akan gelisah karena merasa pujian itu dari makhluk, bukan dari Allah. Mereka gelisah karena takut tertipu oleh pujian itu sehingga kedudukan mereka di sisi Allah akan hilang. Sebaliknya, jika orang-orang ‘arif dipuji, mereka akan senang karena merasa bahwa pujian itu dari Allah Yang Maha Haq.
Mereka selalu hadir bersama Tuhannya dan tidak menyaksikan kecuali dzat-Nya. Jika mereka dipuji, mereka menganggap pujian itu dari Allah, karena itu mereka senang dan bahagia. Itu yang membuat tinggi ahwal dan kedudukannya karena mereka tidak lagi menyadari dirinya sendiri. Dengan demikian, mereka tidak lagi merasa ujub dan tertipu.
Ini sesuai sabda Rasulullah, “Jika seorang mukmin dipuji di hadapannya, keimanan akan bertambah dalam hatinya.”
Oleh sebab itu, Ibnu Atha’illah memuji syekhnya, al-Mursi, dan beliau tetap diam. Pada dirinya, pujan itu menduduki tempat yang agung. Seperti itulah yang dialami kaum ‘arif lainnya. Para pemilik maqam ini, jika dicela dan dihina, mereka tidak akan merasa resah, kecewa, atau sakit hati karena tidak merasa bahwa celaan itu berasal dari orang yang mencelanya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

1 komentar:

  1. Bismillahirrohmaanirrohiim mohon share jzkk Moga diterima sebagai amal soleh In Syaa Allah Aamiin Allahumma Aamiin

    BalasHapus