Senin, 28 September 2015

Al-Hikam 135

“Tutup (perlindungan) Allah ada dua; tutup yang menghalangi perbuatan maksiat dan tutup ketika melakukan maksiat. Manusia pada umumnya berharap supaya ditutupi dalam melakukan maksiat karena khawatir derajat mereka jatuh di mata makhluk. Adapun kalangan khusus berharap ditutup (dicegah) dari perbuatan maksiat karena khawatir kedudukan mereka jatuh dalam pandangan Allah.”
--Ibnu Atha’illah al-Iskandari--

Tirai Allah ada dua macam. Pertama, tirai yang menghalangi seorang hamba dari kemaksiatan, misalnya dengan tidak memberinya sebab-sebab untuk melakukan maksiat. Kedua, tirai penutup saat hamba melakukan maksiat, misalnya dengan menutupi aibnya di hadapan semua orang saat ia melakukan maksiat atau sesudahnya.
Manusia awam yang tidak memiliki hakikat keimanan selalu didominasi oleh pandangan makhluk. Mereka selalu berharap dari makhluk berbagai manfaat dan keselamatan dari bahaya, karena itu mereka bersikap riya’ dan berpura-pura di hadapan semua makhluk. Mereka selalu tamak dan sombong di hadapan manusia. Mereka juga tidak suka jika manusia mengetahui hal-hal buruk yang ada pada diri mereka yang dapat menjatuhkan kedudukan mereka.
Oleh sebab itu, manusia cenderung meminta agar Allah menutupi aib mereka saat melakukan maksiat atau bahkan saat menyukainya. Hal itu dikarenakan, mereka takut martabatnya jatuh di mata makhluk. Jika makhluk mengetahui kondisi mereka, tentu mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka harapkan, yaitu manfaat dan keselamatan dari bahaya. Mereka itulah orang-orang yang bersandar kepada selain Allah. Mereka adalah syirik tersamar yang dapat mengeluarkan pemiliknya dari hakikat keimanan. Tentang mereka, Allah swt. berfirman, “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka.” (QS. an-Nisa [4]: 108)
Adapun orang-orang khusus yang mendapatkan hakikat keimanan, mereka tidak pernah menoleh kepada makhluk, tidak memuji, tidak pula mencela. Mereka juga tidak berharap dari makhluk manfaat atau takut terhadap bahaya mereka. Mereka tidak pernah bersandar kepada makhluk karena mereka hanya puas dengan pandangan Allah kepada diri mereka.
Orang-orang khusus ini meminta agar Allah menutupi aib mereka dari pandangan manusian dan menjaga bisikan hati mereka untuk tidak melakukan maksiat. Hal itu dikarenakan mereka takut kedudukannya jatuh di mata Allah akibat pelanggaran dan perbuatan mereka yang memicu murka-Nya.
Inilah yang sering terjadi pada dua kelompok manusia tersebut. Tentu ada perbedaan yang besar di antara keduanya. Terkadang orang-orang awam meminta agar Allah menutupi aibnya. Ini dilakukannya karena ingin melaksanakan perintah Allah dn rasul-Nya untuk menutupi aib orang yang diuji dengan maksiat. Pada diri mereka tak ada rasa penghinaan terhadap maksiat, tidak pula rasa cinta kepadanya. Sesekali orang khusus juga meminta agar Allah menutupi maksiat yang mereka lakukan, tidak membongkarnya di tengah makhluk, tidak pula di hadapan Allah karena mereka malu telah jatuh ke jurang maksiat. Juga karena manusia sering berburuk sangka kepada orang-orang yang dekat dengan Allah jika mereka mengetahui keburukannya.


(Ulasan oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar